[1] Autumn, Blossom of Love

 ksunmi1248-autumn-blossom-of-love

Title : Autumn, Blossom of Love Part 1 || Author : Eleanore  || Rate : PG-16 || Length : Chapter || Genre : Romance, Family and Friendship || Cast’s : Kim Taeyeon [GG],  Jessica Jung [GG], Yesung [SJ],  Lee Donghae [SJ] || Credit Poster : Cocolollipop (cafeposterart.wordpress.com)  ||  Disclaimer : Inspired by various drama, novel and song. ^.^

– When the world sleeps, destiny plans the next move to take –

 

Tangan gadis itu mengepal kuat di atas pangkuannya. Kepalanya menunduk serendah yang ia bisa, sebisa mungkin menghindari dua pasang mata yang sedang menghujamnya dengan tatapan tajam dan dingin, seolah tatapan-tatapan itu bisa membunuhnya detik itu juga.  Ketakutan yang melandanya memaksa dirinya menggigit bibir bawahnya sekuat yang ia bisa, tak peduli jika beberapa menit lagi darah segar akan menghiasi permukaan bibirnya jika ia tak segera berhenti menggigiti bibir merah mudanya.

Seorang pria paruh baya yang sedari tadi duduk di hadapannya memasang wajah tak bersahabat sambil membenahi letak kaca mata yang bertengger di hidungnya. “Tidak biasanya kau bersikap seperti ini Nona Jung.  Apa sekarang kau telah menyadari kesalahanmu namun terlalu enggan untuk mengakuinya?”  Ucap pria itu sinis.

“Apa ayah meminta Yunho Oppa datang jauh-jauh ke London lalu menyeretku pulang ke Seoul hanya untuk bertanya hal seperti itu?”

“Baiklah, jika menjawab pertanyaanku terkesan tidak penting dan hanya membuang waktumu, mengapa kau tidak membuatnya menjadi lebih menarik. Mendengar kronologi dicampakannya putri kesayangan ayah sepertinya bukan hal yang buruk.”

Gadis itu dengan berani mengangkat kepalanya dan balas menatap tajam ayahnya. “Dari suara ayah, sepertinya ayah sangat bahagia atas semua yang aku alami.”

Pria itu kini tersenyum. Bukan senyuman bahagia ataupun ramah, melainkan senyuman sinis yang sangat menyebalkan. “Ayah hanya sangat senang, sepertinya setelah semua yang kau alami kau akan belajar untuk tidak berbuat sesuka hatimu dan mendengarkan perkataan orang tuamu.”

“Apa Krystal yang mengadu pada ayah?” Sergah gadis itu tajam, kembali menyalahkan saudaranya yang lain.

“Sama sekali tidak ada pengaduan yang aku dengarkan dari adikmu, justru adikmu itu selalu memberi kabar pada ayah bagaimana perkembangan putri ayah yang bahkan tak pernah peduli bagaimana kedua orang tuanya memikirkannya. Ah, tidak lupa  keluhan adikmu karena kau membuatnya tidak mendapat cukup tidur oleh suara tangisanmu setelah pria bernama Ok Taecyeon itu mencampakanmu.”

“Aku rasa ayah tidak perlu mengucapkan namanya dan memberi penekanan saat mengucapkan nama pria itu.”

Pria itu tertawa. “Lihatlah dirimu Jessica. Aku selalu mengatakan padamu jika keluarga Ok itu licik, dan bukan tak mungkin hubunganmu dengan Ok Taecyeon itu berlandaskan keinginan mereka  mencari celah untuk mencelakai perusahaan keluarga kita. Tapi sayang kau tidak pernah peduli. Kau terlalu terlena dengan pesona palsu yang pria itu berikan padamu. Tapi aku bersyukur, waktu telah mengajarimu, nak.”

“Lalu, apa sebenarnya keinginan ayah. Aku rasa selain menikmati penderitaanku ada maksud tersembunyi dari pembicaraan kita saat ini.” Ketus gadis itu tajam.

“Keinginanku? Perbaiki semua kesalahan yang kau perbuat, Jessica. Setalah kau hampir saja membukakan jalan pada perusahaan saingan kita untuk menyelakai kita, dengan sangat sekarang ayah meminta padamu berhentilah dari pekerjaanmu dan berikanlah sumbangsihmu untuk perusahaan yang telah menghidupimu bahkan sejak kau di dalam kandungan.”

“Tak bisakah ayah membiarkanku bahagia dengan kehidupanku. Sungguh aku tidak perlu campur tangan serta nasihat ayah jika semua itu hanya bertujuan untuk mengekangku!”

“Turunkan nada bicaramu, Jung Sooyeon!” Nyonya Jung – Ibunya yang sedari tadi hanya terdiam akhirnya membuka suara setelah melihat betapa tidak sopannya putrinya itu.

“Mengekangmu? Ayah rasa semua itu tidak salah. Ingat kau adalah putriku  Jessica Jung, selama itu bertujuan untuk kebaikanmu, aku rasa tidak ada yang salah termasuk mengekangmu. Tidakkah kau sadar bagaimana pekerjaanmu itu membuat kami semua selalu diliputi perasaan gelisah. Meskipun kau berkarir di Inggris, skandal ataupun gossip mengenai dirimu tidak pernah sepi dibicarakan di Korea. Memang, sesuai janjimu kepada kami kau sama sekali tidak pernah mengungkapkan nama Koreamu kepada publik dan membuka identitasmu sebagai putri dari pewaris Hanjin Group. Tapi apa kau bisa menjamin, setelah berakhirnya hubunganmu dengan Ok Taecyeon, pria itu tidak akan menghancurkan kita secara perlahan dengan membongkar identitasmu?” Tegasnya yang berhasil membuat Jessica bungkam dan semakin kuat menggiti bibir bagian bawahnya.

Bukan penyesalan namanya jika mendatangi kita di awal. Ya, setidaknya itulah satu-satunya kalimat yang memenuhi pikiran Jessica setelah mendengar ucapan sang ayah. Tapi bagaimanapun juga ia sudah terlanjur sakit. Minta maaf kepada orang tuanya pun tak akan menghapus rasa sakit yang sudah tergores dalam-dalam di hatinya dan tak akan merubah segalanya secara instant. Menyakitkan memang. Menyakitkan ketika kita mendapati orang yang telah kita beri kepercayaan dan tentunya cinta tengah mencumbui wanita lain, terlebih mendapatinya dengan mata kita sendiri. Tapi lebih menyakitkan lagi ketika pria itu – Ok Taecyeon mengaku kepada dirinya jika hubungannya dengan Jessica yang sudah terajut selama 3 tahun ini hanya berlandaskan rasa ingin memanfaatkan Jessica. Mengenaskan bukan?

       Tuan Jung menghela nafas panjang. “Sejak kau kecil, ayah selalu mendengarkan ucapanmu. Ayah selalu memenuhi keinginanmu, termasuk pergi ke London dan berkarir di bidang yang sama sekali tidak ayah setujui. Dan ayah rasa sudah saatnya giliranmu untuk mendengarkan ucapan ayah dan memenuhi keinginan ayahmu ini, Sooyeon-ah.” Ucapnya dengan nada suara penuh kekecewaan dan terdengar memohon.

Jessica masih terdiam. Tak ada kalimat perlawanan lagi yang terucap dari bibir mungilnya itu. Kini ia tak bisa menahan semuanya lagi. Dalam waktu singkat punggung wanita itu bergetar menandakan ia tengah terisak. Nyonya Jung yang merasa iba dengan kondisi putrinya itu akhirnya berpindah duduk disampingnya dan mengelus punggungnya lembut.

“Tinggalah disini bersama kami. Ayah rasa kau perlu waktu bersama keluargamu ini. Bekerjalah di perusahaan karena bagaimanapun juga kau akan mendapat saham yang cukup besar di perusahaan keluarga kita. Dan yang terakhir…. Menikahlah dengan pria pilihan ayah.”

Di tengah isakannya mata Jessica spontan terbelalak mendengarkan kalimat terakhir sang ayah Tunggu….. Menikah?! Apa lagi ini?!

“Ayah, apa-apaan ini? Menikah?” Pekiknya sambil tiba-tiba bangkit dari duduknya dan kembali menatap tajam ke arah sang ayah. Sungguh kini ia rela melepaskan karirnya di dunia entertainment dan bekerja di perusahaan keluarganya serta meninggalkan keindahan gaya hidup London untuk kembali tinggal bersama keluarganya di Seoul. Tapi menikah atas dasar perjodohan orang tua? Sungguh itu adalah hal terkonyol yang bahkan tak pernah terpikirkan olehnya meskipun ini menyangkut nama baik keluarga Jung serta Hanjin Group yang begitu diagung-agungkan itu.

Tuan Jung hanya memasang wajah tenangnya lalu berdeham. “Benar. Sebagai orang tua tentu aku tahu pria mana yang pantas untuk putriku. Sungguh aku tak mau ada  Ok Taecyeon – Ok Taecyeon lain yang datang menggodamu dan berpotensi mengganggu stabilitas keluarga serta perusahaan kita. “

Emosi Jessica kembali memuncak. Tangannya kembali mengepal kuat dan giginya menggertak kesal. “Aku akan melakukan yang ayah mau. Kembali ke Seoul. Bekerja di perusahaan. Tapi perjodohan? Tidak bisakah ayah membiarkanku memilih pria yang mencintai dan kucintai?”

“Persetan dengan cinta. Apa cinta yang memberikanmu makan? Apa cinta yang membiayai pendidikanmu. Lagipula jika kau memang percaya dengan hal-hal seperti itu, hal yang kau sebut cinta itu bisa muncul seiring dengan berjalannya waktu. Tentu kau pernah dengar, cinta muncul karena terbiasa.” Ujar Tuan Jung dengan wajah datarnya meskipun jauh di dalam hatinya ia menyimpan amarah yang begitu besar menghadapi sikap keras kepala dan pembakangkang putrinya itu.

“Kau tahu kan, ayah dan ibumu ini juga menikah atas pilihan orang tua. Jadi, acara pembantahan cukup sampai disini.” Pria tua itu bangkit dari duduknya, “Oh ya, kami sudah membicarakan perjodohan ini tinggal kita mengatur pertemuan kalian saja.” Tambah Tuan Jung dan langsung meninggalkan ruang tamu tanpa memperdulikan Jessica dan Ibunya.

“Ibu, eottokhae?”  Sementara Nyonya Jung hanya menggeleng lemah, tak tahu harus melakukan apa.”

*****

Langkah demi langkah berderap di sepanjang koridor. Berpasang-pasang kaki manusia berayun membelah orang-orang yang tengah berlalu lalang, memaksa orang-orang itu untuk memberikan akses jalan kepada pimpinan JH Group sambil memberikan hormat.

Seluruh mata spontan beralih dan obrolan-obrolan di ruangan rapat itu mendadak terhenti ketika rombongan itu memasuki ruang rapat JH Group. Orang-orang di ruangan itu langsung bangkit dari duduknya dan membungkuk hormat kepada Presiden Direktur JH Group, Lee Jaehan yang diikuti oleh petinggi JH Group, termasuk di dalamnya calon penerus dan penentu masa depan JH Group, Lee Jongwoon. Begitu Tuan Lee duduk di kursi utama diikuti oleh para petinggi JH Group dan beberapa peserta rapat lainnya suasana ruangan itu berubah tenang. Hanya ada keseriusan yang mengisi ruangan itu.

Seperti biasa, sebelum memulai rapat penting petinggi JH Goup, Tuan Lee akan duduk dengan posisi tegap penuh wibawa dan berdeham. “Baiklah, sepertinya kita tak memerlukan basa-basa lagi. Aku yakin kalian sudah menduga-duga hal penting apa yang akan kusampaikan hari ini.” Ucap Pria bergaris rahang tegas itu dengan suaranya yang sama sekali tidak pernah berubah. Penuh wibawa dan ketegasan yang membuat siapa saja akan tergerak untuk menghormati pria paruh baya itu.

“Aku yakin sekali, sudah lama beredar desas-desus mengenai penerus JH Group mengingat usiaku yang tak muda lagi.” Ucap Tuan Lee membuka topik pembicaraan rapat penting hari itu. Dan dalam sekejap oranng-orang di ruang rapat itu saling berbisik, seolah sudah menduga hari ini akan tiba, terkecuali seorang pria bermata gelap dengan model rambut cukup modis yang sedari tadi hanya memasang wajah tenang dan sedingin es miliknya, Lee Jongwoon.

“Dan mengingat putra keduaku, Lee Donghae memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk meneruskan perusahaan kita karena ia sudah sukses dengan karirnya sebagai pengacara ternama. Hari ini aku akan mengumumkan secara resmi jika putra sulungku, Lee Jongwoon akan aku angkat sebagai CEO baru JH Group terhitung sejak hari ini.”

“Seperti yang kalian telah ketahui, Lee Jongwoon telah cukup berpengalaman di dunia bisnis. Dan aku percaya, filosofi bisnis dan visi adalah sesuatu yang kita butuhkan untuk meningkatkan mutu perusahaan kita sehingga akan berkembang menjadi semakin lebih baik dan tentunya terpelihara.” Jelas Tuan Lee yang disambut dengan senyuman dan anggukan setuju dari peserta rapat. Sungguh tak ada sedikitpun tatapan sinis, celaan atau tatapan tidak suka yang menanggapi ucapan Tuan Lee yang begitu mereka hormati itu.

“Lee Jongwoon-ssi.” Panggil Tuan Lee sambil menatap penuh kepercayaan dan bangga pada putranya itu. “Berdirilah.”

Jongwoon hanya bisa mengangguk memenuhi permintaan Tuan Lee. Masih dengan wajah tenang, dingin namun penuh kharismanya pria itu berdiri dan membungkuk hormat kepada peserta rapat. “Terimakasih atas kepercayaan yang CEO berikan kepadaku. Dan mulai hari ini, aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik untuk perusahaan kita ini.”

“Jadi sekarang kau resmi menjadi CEO JH Group, Lee Jongwoon Sajangnim.” Ucap seorang pria dari seberang sana tanpa berbasa-basi sedikitpun. Bahkan Jongwoon belum benar-benar menempelkan ponselnya ke telinga.

Jongwoon tertawa hambar. “Daripada kau bergurau memanggilku seperti itu, mengapa kau tidak datang saja kemari dan merealisasikannya. Bekerja disini bersamaku dan panggil aku sajangnim.” Katanya terkekeh kecil sambil memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana dan berdiri menghadap kaca jendela besar di ruangan barunya. Ruangannya sebagai Presiden Direktur JH Group. Dari tempatnya berada, ia bisa memandangi matahari bersinar cerah dan langit biru yang seolah menyeimbangkan warna dedaunan yang berubah coklat dan berguguran di bawah sana. Musim gugur telah tiba rupanya.

“Hey, Hyung. Apa kau masih disana?” Ucap  pria itu memecahkan lamunan singkat Jongwoon.

“Ah, nde? Maaf aku sedikit tidak fokus Donghae-ah.”

“Ck, payah sekali. Aku tadi mengatakan aku tidak memerlukan perusahaan ayah jika aku bisa hidup mandiri dan bahagia dengan kehidupanku sebagai pengacara di sini, di bawah langit London.” Jelas pria bernama Lee Donghae yang notabene adalah adiknya itu.

Jongwoon tersenyum kecil sebelum menanggapi ucapan Donghae. “Jelas kau bahagia. Tak ada ayah yang mengawasimu. Yang ayah tahu hanya kesuksesanmu sebagai pengacara dari firma hukum ternama di Inggris. Jelas kau tak akan menyebutkan ‘kehidupan bahagiamu’ bersama wanita-wanita yang sudah masuk waiting list-mu itu.”

“Hahaha….”Tawa Donghae seketika meledak mendengar ucapan Hyungnya itu. “Kau memang pandai sekali menyindir sekaligus mengguraui orang, Hyung. Ya setidaknya aku tidak sepertimu, bujang lapuk yang bahkan sekalipun belum jatuh cinta pada seorang wanita. Aku sarankan padamu, lebih baik kau buat skandal bersama seorang wanita atau ikutlah kencan buta sebelum media mengarang gossip jika Lee Jongwoon, pengusaha muda berkharisma berumur tiga puluh tahun ini adalah seorang gay.”

Jongwoon menghembuskan napas cepat sembari tersenyum masam dan berdecak, “Ck, kau akan lebih menertawaiku jika kau tahu apa yang baru saja Ayah dan Ibu katakan padaku tadi malam.”

“Mwo? Apa ada sesuatu yang menarik yang aku lewatkan?

“Ayah dan Ibu sudah merancang perjodohan untukku, keren kan? Bahkan demi yang mulia Joseon, sama sekali tidak pernah terlintas di otakku akan mendapat pasangan hidup dengan cara kuno seperti di masa pemerintahannya.”

Seolah ucapan Jongwoon memang benar, dan sekali lagi tawa Donghae pecah. “Ya, justru sekarang kau tak ada bedanya dengan raja-raja itu. Jika mereka dijodohkan untuk mempertahankan darah kebangsawanan kau dijodohkan untuk bisnis.” Guraunya di tengah tawa yang tak kunjung berhenti. Bahkan Jongwoon bisa memperkirakan jika kini mata dongsaengnya itu sudah berair atau mungkin perutnya sudah mulas karena tak henti-hentinya tertawa.

“Tidak lucu, Donghae-ah. Daripada kau terus-terusan menertawaiku, mengapa kita mengganti topik saja. Sepertinya mendengar cerita mengenai gadis yang kali ini kau kencani bukanlah topik yang buruk.” Ujar Jongwoon mengganti topik pembiacaraan mereka. Sungguh kupingnya sudah kelewat panas mendengarkan tawa licik adiknya itu.

Donghae terdiam. Sepertinya ragu untuk membahas topik yang satu ini. Tumben sekali. Padahal biasanya pria ini akan bercerita dengan begitu bersemangatnya dan menggebu-gebu.

 “Hyung, aku akan memberitahumu sesuatu. Jangan balik menertawaiku, arasso?” Ucapnya seperti berbisik. Seolah takut aka nada yang mendengarnya.

“Apa?”

“Jika selama ini aku selalu mengencani wanita seksi, menggoda dan dewasa. Kau tahu seperti apa targetku saat ini?”

Bingung? Tentu saja. Kening Jongwoon nampak berkerut, bahkan kedua alis tebalnya nyaris bersatu. “Target? Kau punya target? Bagaimana dengan waiting list-mu itu?”

“Tentu saja, kali ini aku memiliki target. Dan kau tahu, dia sangat berbeda dengan wanita-wanita dewasa yang biasa kutemui karena dia adalah seorang gadis yang baru saja lulus SMA.”

“MWO?!”

*****

Kim Taeyeon baru saja hendak melanjutkan sketsa rancangan baju pengantin pesanan salah seorang klien ketika ledakan tawa yang begitu familiar untuknya mengusiknya dan menumbuhkan rasa penasarannya. Tiffany—sahabat sekaligus atasannya di butik tempatnya bekerja, The Stephi, kini tengah tertawa puas dengan seorang gadis yang samar-samar ia ingat wajahnya sering terpampang di majalah fashion dunia,  papan-papan iklan serta film komersial di Korea. Jessica Jung. Itulah kesimpulan yang Taeyeon ambil karena menurutnya seluruh Korea tidak ada yang tidak mengenal wanita cantik, anggun yang notabene adalah supermodel kelas dunia. Dari tempatnya berada ia bisa melihat dengan jelas bagaimana Tiffany tertawa hingga matanya membentuk sebuah kurva melengkung sementara wanita di hadapannya hanya mengerucutkan bibirnya sebal. Sepertinya Tiffany sedang menertawakan penderitaan wanita itu.

“Ya, tidak ada yang lucu Tiff!” Pekik wanita bernama Jessica itu dengan wajah yang memerah karena marah.

“Tentu saja lucu. Wanita dingin, cuek dan super selektif dalam memilih pria sepertimu pada akhirnya tidak bisa berbuat macam-macam karena sebuah perjodohan. Dramatis sekali.”

“Kau benar-benar berpikir aku akan menerima perjodohan itu?” Tanyanya dengan nada bicara serta ekspresi wajah yang berubah serius. Tiffany yang mendengarnya ikut merubah raut wajahnya menjadi penuh ketertarikan dan rasa penasaran.

“Lalu? Bukannya kau tak memiliki pilihan lain? Atau— Kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang gila kan?”

“Tentu saja. Aku tidak terima menikah dengan pria pilihan mereka. Bagaimana jika nanti mereka menikahiku dengan pengusaha tua  bertubuh gendut, berpostur bungkuk, berkacamata super tebal, kulit yang nampak mengendur dan parahnya lagi seorang yang idealis dan diktator? Apa kau mau bertanggung jawab jika sahabatmu ini menderita?” Ucapnya sambil menggelengkan kepalanya cepat ketika bayangan mengerikan akan calon suaminya itu terlintas di otaknya.

“Hey, orangtuamu tahu yang terbaik untukmu. Kalaupun memang benar kau dijodohkan dengan pria tua sesuai bayanganmu itu, siapa tahu dia pria yang baik hati dan pengertian. Kehidupan pernikahan itu tak semengerikan yang kau bayangkan Sica-ya.”

Jessica menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dan melipat tangannya di depan dada lalu menatap kosong ke depan “Apa kata orang nanti? Seorang model kelas dunia sepertiku menikah dengan pria tua seperti itu. Bisa-bisa mereka akan kembali memandangku sebelah mata dan menganggapku sebagai wanita yang rela melakukan apa saja demi kemewahan dan harta. Lagipula mudah saja kau berbicara seperti itu. Pernikahanmu dengan Cho Kyuhyun masih seumur jagung. Belum ada masalah serius yang berpotensi menyebabkan perpecahan di antara kalian. Lagipula, kau dan Kyuhyun kan sudah lama berkencan jadi tentu saja semuanya terasa mudah.”

Tiffany menganggukkan kepalanya memahami ucapan sahabatnya itu.. “Benar juga ucapanmu Jessie… sepertinya aku tidak bisa memberikanmu solusi apapun selain mendukungmu dengan doa.” Ucapnya sambil mencoba tersenyum menyemangati sahabatnya itu, sementara Jessica hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah.

“Aku lelah, aku pulang dulu.” Ucap Jessica lesu sambil berdiri dari duduknya. Tanpa berpikir panjang tangannya meraih tas coklat bermotif kotak-kotak yang terparkir di atas kubikel tak jauh dari sofa tempat dirinya dan Tiffany duduk.

“Baiklah aku akan –“

“Tidak usah, aku bisa berjalan ke depan sendiri. Lebih baik lanjutkan pekerjaanmu yang tertunda karena meladeni cerita konyolku ini.” Sergah Jessica begitu ia tahu apa yang akan di ucapkan Tiffany.

“Oh baiklah, Bye. Hati-hati.” Seru Tiffany sambil melambaikan tangannya sementara Jessica hanya membalasnya dengan senyuman terpaksa.

Jessica berjalan menuju pintu butik dengan lesu. Dan tepat ketika ia melintasi  meja tempat Taeyeon bekerja entah mengapa ia merasa dirinya diperhatikan hingga ia spontan menoleh hingga bertatapan dengan gadis di belakang meja itu. Melihat sikap Jessica, Taeyeon mendadak kikuk dan mencoba berbasa-basi dengan tersenyum dan menganggukkan kepalanya singkat, begitu pula dengan Jessica.

Aneh, ada sesuatu di dalam diriku yang mengatakan aku akan berurusan dengan gadis itu? Tapi mengapa? Bahkan aku tak mengenalnya. Batin Jessica

Jessica tetap sibuk pada pemikirannya hingga ia keluar dari butik itu dan menyadari sesuatu. “Sejak kapan aku suka memendekkan tali tasku seperti ini?” Tanyanya pada diri sendiri sambil memanjangkan tali tasnya dan pergi meninggalkan butik itu.

“Ini adalah produk best seller kami dalam rangka menjelang musim gugur tahun ini. Kami menggunakan bahan-bahan pilihan serta merancang model yang sekiranya nyaman dipakai oleh para wanita tanpa meninggalkan kesan modis dalam berfashion di musim gugur.” Dengan gaya cerianya Tiffany mempromosikan salah satu produk andalannya pada seorang pelanggan. Pelanggan itu adalah seorang wanita paruh baya yang begitu anggun dengan mantel berwarna merah marun serta sepatu berwarna senada dengan tumit 5 centi yang menambah kesan elegan bagi yang mengenakannya.

“Ternyata benar kata teman-temanku. Tidak hanya mantel yang sedang kau tawarkan saat ini, tapi hampir seluruh isi butik ini adalah pakaian yang begitu cantik dan tidak sembarang. Terlihat dengan sangat jelas jika selera fashionmu ini sangatlah bagus Nyonya Hwang.”  Puji pelanggan wanita itu sambil mengagumi mantel coklat di hadapannya.

Tiffany tersenyum sumringah. “Jujur saja, tidak semua pakaian di butik ini adalah rancanganku sendiri.” Ucap Tiffany yang membuat wanita itu menoleh menatapnya bingung.

“Kau bekerja sama dengan designer lainnya juga unutk mengisi butikmu ini?”

Tiffany mengibas-ngibaskan tangannya mengelak pertanyaan pelanggannya itu sambil terkekeh kecil. “Bukan designer seperti itu. Maksudku ada yang membantuku merancang beberapa dari pakaian-pakaian ini. Bahkan jujur saja, sebagian besar dari pakaian-pakaian best seller di butik ini bukan sepenuhnya rancanganku Nyonya.”

“Bukan sepenuhnya rancanganmu?” Ujar wanita itu sedikit heran. “Lalu?” tanyanya dengan tatapan yang dipenuhi rasa penasaran dan selidik.

“Apa anda lihat wanita yang sedang duduk menghadap meja itu.” Tanya Tiffany sambil mengalihkan pandangannya pada gadis yang sibuk dengan gambar-gambarnya di sudut butik itu. Kim Taeyeon. Tanpa berlama-lama, wanita itu mengikuti arah pandang Tiffany .

“Dia pegawaimu kan? Kau tidak bermaksud mengatakan jika bawahanmu ikut merancang sebagian besar dari pakaian-pakaian best seller itu kan?” ucapnya penuh keraguan.

“Jangan menyebutnya anak buahku. Dia adalah sahabatku sejak SMP. Dan ketika aku membuka butik ini, ia menawarkan diri untuk bekerja denganku hingga berlanjut sampai detik ini.”

“Aku dengar kau adalah lulusan sekolah mode di Paris, apa dia juga bersekolah di Paris sepertimu?”

“Tidak. Ia tidak kuliah di bidang mode sepertiku.” Tegas Tiffany yang semakin membuat wanita itu bingung dan penasaran.

“Lalu?”

“Dia sudah menyukai bidang mode sejak SMA. Ia belajar dari berbagai buku, tak terkecuali buku-buku pelajaranku selama di Paris. Tak mengherankan, dia memang sangat cerdas hingga mudah sekali memahami segala sesuatu meskipun belajar seorang diri.”

Wanita itu memasang wajah heran dan terkesan meremehkan. “Jadi maksudmu, ia tak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dan hanya belajar dengan meminjam buku-bukumu lalu dengan berbaik hati kau memperkerjakannya?”

Tiffany kembali mengibas-ngibaskan tangannya dan mengelak. “Aku tidak mengatakan ia tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, aku hanya bilang ia mendalami dunia mode dengan belajar sendiri.”

Merasa masih belum puas dengan jawaban Tiffany, wanita itu sekilas melirik Taeyeon yang nampak masih sibuk dengan gambarannya dan kembali menatap Tiffany dengan rasa ingin tahunya. “Biar aku tebak, ia bermasalah dengan finansial hingga tak bisa bersekolah mode  sepertimu?”

Tiffany tersenyum kecil dan menghembuskan napas panjang. “Memang, masalah finansial yang membuatnya tidak bisa mengikuti keinginannya untuk bersekolah mode. Tapi anda akan lebih kaget jika anda mengetahui jika ia adalah penerima beasiswa penuh Seoul University di jurusan Bussiness Management. Bahkan ia adalah salah satu lulusan terbaik di angkatannya.”

Wanita itu kini nampak tercengang. Lulusan terbaik Seoul University namun justru memilih untuk bekerja di butik kecil yang terletak di salah satu kompleks pertokoan di Seoul? Bukankah terkesan seperti menyia-nyiakan?

Wanita itu menggantungkan mantel di tangannya di tempat ia mengamil mantel itu dan beralih menatap Tiffany serius.  “Mengapa ia tak mencoba untuk melamar di perusahaan-perusahaan ternama di Seoul?” Tanya wanita itu dengan keheranan yang masih terpancar jelas di wajahnya.

“Aku sering membujuknya, tapi ia selalu mengatakan mencari pekerjaan tidaklah semudah itu. Kebetulan di sisi lain ia mengatakan masih nyaman bekerja di butik ini. Ia juga mengatakan jika ilmu bisnisnya bisa sangat berguna untuk butik ini. Bukankah itu lucu, Nyonya?”

Untuk beberapa saat mata wanita itu tak lepas menatap Taeyeon dari kejauhan. Meski dari jarak sejauh ini ia bisa merasakan potensi yang gadis itu miliki. Sepertinya gadis itu memang bukan gadis sembarang.  Beberapa detik kemudian ia nampak merogoh tasnya seperti mengambil sesuatu.

“Nyonya Hwang” Panggil wanita itu sambil menyodorkan Tiffany sebuah kartu nama yang baru saja ia ambil dari tasnya.

“Nde?”

“Aku ambil mantel ini,” Ucap wanita itu. “Dan satu lagi, bisakah kau mencoba membujuk nona itu untuk melamar di perusahaam kami? Kebetulan sekali putraku baru saja diangkat menjadi CEO namun sayang, sekretarisnya harus berhenti bekerja karena harus ikut bersama suaminya untuk pindah ke Daegu. Kau tak keberatan kan?”

*****

                Sesuai dugaan Tiffany, memang Jessica  telah merencanakan sesuatu untuk membebaskan dirinya dari keputusan orang tuanya yang menurutnya terkesan konyol dan seenaknya itu. Sejak tiba di rumah, ia langsung  berlari menuju kamarnya dan mengutak-atik laptopnya. Diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya ia telah memesan tiket penerbangan ke London untuk lusa pagi. Dan ia berjanji pada dirinya sendiri, sekali ia berhasil melepaskan diri dari rencana gila kedua orang tuanya ini, ia tidak akan kembali ke Seoul kecuali orang tuanya luluh dan memutuskan untuk membatalkan perjodohan bodoh bak drama itu.

                Selesai dengan urusan tiket, kini gadis itu merogoh saku mantelnya untuk mengambil ponselnya  lalu menekan deretan nomor-nomor sebelum akhirnya menempelkan ponsel itu ke telinga kirinya.

“Halo?”

“Krys Jung, ini Eonniemu.”

“Eonnie.” Seru seorang gadis dengan riangnya di seberang sana. “Jarang-jarang kau meneleponku. Bagaimana kabarmu? Ayah dan Ibu tidak menghajarmu kan?” Canda gadis muda itu namun entah mengapa terdengar begitu menusuk bagi Jessica.

“Ya! Apa yang kau harapkan? Yang berpikir yang macam-macam. Aku memiliki alasan mengapa aku meneleponmu, bocah.”

“Ck, sudah kuduga. Eonnie memang hanya menelepon ketika perlu saja. Kalau begitu cepat katakan apa yang harus aku lakukan.”

“Kau harus membantuku Krys, lusa aku akan kembali ke London. Aku benar-benar tidak tahan harus berada disini. Sedikit saja aku terlambat hidupku sudah berubaah mengerikan!” Serunya seolah-olah kiamat akan datang jika ia tak cepat-cepat meninggalkan Seoul.

 “Tunggu? Apa kau bermaksud meninggalkan Seoul tanpa sepengetahuan Ayah dan Ibu? Yak! Apa eonni gila?!”

“Aku memang gila. Dan Seoul yang membuatku gila. Jadi aku tak menerima penolakan dan kau harus menjemputku nanti. Aku tutup telepon. Bye~”

Yak! Eonni—“

Tanpa memperdulikan adiknya,  Krystal yang ingin mengomelinya Jessica sudah terlebih dahulu memutuskan sambungan. Sebuah senyuman bangga terukir di bibirnya. Ya setidaknya dengan tersenyum seperti sekarang ini sudah mengurangi potensi tubuhnya diserang penyakit kejiwaan karena tidak tahan dengan segala masalahnya. Namun sayang, senyuman Jessica pudar begitu saja ketika Nyonya Jung masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“Eiy, tersenyum seperti itu, apa sekarang kau sedang membayangkan pangeranmu?” Goda Nynoya Jung yang tiba-tiba saja masuk ke kamar Jessica. Nyaris saja.

“Ibu! Mengapa tidak mengetuk dulu?”

“Pintumu tak terkunci, jadi Ibu rasa kau tidak sedang melakukan sesuatu yang penting. Benar saja rupanya kau sedang berkhayal. Lihatlah caramu tersenyum, Ibu jadi benar-benar yakin kau sudah menerima perjodohan ini dan sedang membayangkan calon suamimu itu.” Goda nona Jung, tak peduli jika putrinya itu kini sudah memutar bola matanya risih dan menggerak-gerakkan bibirnya.

Jessica sedikit melongo. Membayangkan pria itu? Bertubuh gemuk, bungkuk, kacamata tebal dan kulitnya yang mengendur, bukankah terlalu mengerikan untuk dibayangkan?

“Oh ya ngomong-ngomong aku yakin Ibu memiliki tujuan kemari, langsung aja apa itu?” Tanyanya mengubah topik. Sungguh ia terlalu risih jika harus berlama-lama bertahan di topik yang sekarang ini begitu dibencinya dan membuatnya menjadi sensitif.

“Tadi Lee Jongwoon menghubungi Ibu dan ia sudah menyetujui tempat pertemuan yang Ibu rancang dengan Ibunya.”

“Lee Jongwoon?” Jangan bilang….

“Lee Jongwoon, pria yang kami jodohkan denganmu. Putra sulung keluarga Lee. Dan kami sepakat jika pertemuan pertama alias kencan pertama kalian itu akan dilaksanakan di La Categorie lusa ini.  Tempatnyatak jauh dari perusahaan keluarga Jongwoon, JH Group. Kau bisa kan?” Jelas Nyonya Jung dengan riang dan nampak begitu bersemangat.

“Eh? Lusa ini? M—Mengapa begitu m—mendadak?” Ucap Jessica sedikit tergagap. Lusa? Bagaimana dengan keberangkatanku? Ah sial!

“Tentu saja tidak mendadak. Kau tidak memerlukan banyak persiapan mengingat kau sudah cantik. Jadi siapkan dirimu, ne?”

“T—Tapi Ibu…”

“Tidak ada tapi-tapian.” Tegas Nyonya Jung dengan nada suara yang berubah tegas dan galak. “Sampai kami mendapat berita kau tidak datang pada acara malam itu, kami tidak akan segan-segan memberikan pelajaran kepadamu, Jessica.”

“Eh? T—Tapi..”

“Satu lagi, ingat jangan gunakan nama Jessica Jung. Meskipun kau lahir dengan nama itu, bukankah kita sudah sepakat nama Inggrismu hanya kau gunakan di Inggris dan dalam karirmu? Gunakanlah nama koreamu, Jung Sooyeon, karena Ibu tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan keluarga Lee ketika langsung mengetahui Jessica Jung, sang model dengan rumor yang bertebaran dengan Jung Sooyeon, putri Presiden Direktur Hanjin Group adalah orang yang sama. Setidaknya sebelum kau benar-benar membuka kedokmu, kau harus mencuri perhatian mereka.  Arasso?”

Jessica mengangguk dengan lemah meskipun sama sekali tidak ada rasa tertarik darinya. “Ne, arasso.”

“Oh dan satu lagi,” Kembali Nyonya Jung mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar itu. “Nama asli Lee Jongwoon adalah Kim Jongwoon. Jangan sampai kau terlihat bodoh karena tak mengetahuinya.”

*****

“Hey, ini kesempatan emasmu. Apa gunanya gelar lulusan terbaik Seoul University jika hanya bekerja disini, Taeyeon-ah?”

Taeyeon yang sudah tidak bisa lagi berkonsentrasi dengan gaun dan payet-payet di hadapannya akhirnya menusukkan jarum itu sembarang dan beralih menatap Tiffany yang sedang sibuk melipat kain-kain sisa di studio The Stephi.

“Sejak kapan kau jadi tukang paksa seperti ini?” Tanyanya dengan sebal dan sorotan mata yang tak menyenangkan. “Kau sendiri tahu gaun ini harus segera diselesaikan mengapa malah mengoceh tentang perusahaan itu sih?”

Tiffany duduk di sebelah Taeyeon dan menatap gaun yang sedari tadi dipayeti oleh Taeyeon dengan tatapan tak berminat. “Jika Nona Yoon akan marah karena gaunnya tidak akan selesai tepat waktu, aku rasa itu bukan masalah yang besar karena setelah ia mengenakannya aku yakin ia tidak akan berhenti menghujani kita dengan pujian hingga kupingmu panas. Tapi, jika kau menolak kesempatan untuk melamar pekerjaan di JH Group, itu adalah kesalahan terbesar yang kau lakukan di hidupmu, Kim Taeyeon. Untuk melamar di sana saja susah, tapi lihat dirimu. Kau justru di minta oleh istri pemilik JH Group untuk melamar di sana. Itu artinya kesempatanmu besar.”

“Kau sudah bosan bekerja bersamaku ya?” Taeyeon menatap tajam Tiffany lalu mendengus sebal.

“Bukan. Bukan begitu.” Tolak Tiffany cepat. “Aku hanya menyarankan yang terbaik untukmu.”

“Dengan mengusirku?”

“Otakmu ini sempit sekali sih. Apa kau benar-benar tidak berpikir demi masa depanmu?” Taeyeon menghembuskan nafasnya lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. “Maksudmu?”

“Terkadang apa yang kita sukai, apa yang kita harapkan belum tentu pantas untuk kita Taeyeon-ah.  Aku tahu, kau memang sepertiku sangat menyukai dunia fashion tapi terkadang kita harus mengorbankannya demi kebaikan kita sendiri.”

“Bicaralah dengan jelas, Miyoung. Kau ini berbelit-belit sekali.”

“Di dunia ini bukan Cuma pekerjaan yang kau sukai yang harus kau pikirkan. Masih ada hal lain seperti, keluargamu….”

Begitu kata ‘keluarga’ terucap dari mulut Tiffany, Taeyeon menolehkan kepalanya dan menatap sejenak. Dalam sekejap sekelebat bayangan mengenai kedua orang tuanya benar-benar mengusik otaknya.

“Jangan marah dulu, maksudku berbicara seperti itu adalah karena aku selalu mengingat kesulitan yang melandamu. Jika kau bekerja di sana, setidaknya gaji yang lebih besar sudah tentu terjamin. Tentu aku tidak bisa menggajimu setinggi JH Group menggaji karyawannya. Kau tidak sedang mencoba untuk berpura-pura tidak tahu tentang masalahmu ini kan, Taeyeon?”

Masalah? Bohong namanya jika sampai ia mengatakan ia sama sekali lupa atau tidak tahu masalahnya. Kini matanya sibuk menatap langit-langit studio the Stephi sambil menerawang jauh pada masa itu. Masa dimana dirinya memutuskan untuk melepaskan mimpinya sebagai seorang fashion designer dan menerima beasiswa yang di terimanya dengan alasan ingin merubah nasibnya. Masa dimana ia mau tak mau harus meninggalkan keluarganya yang tengah berjuang melawan cobaan hidup demi beasiswa itu.  Semuanya tergambar dengan jelas di otak seorang Kim Taeyeon. Tapi, disisi lain ia sadar betul jika dirinya sendirilah yang merusak tekad serta cita-citanya untuk merubah nasib keluarganya itu dengan egonya. Karena egonya ia berada di sini saat ini  mengerjakan pekerjaan yang ia sukai, merancang berbagai baju cantik nan menawan di hadapannya. Tapi karena egonya juga ia tak bisa berbuat maksimal untuk membantu keluarganya. Bahkan kini otaknya teringat kondisi kesehatan ayahnya yang kian memburuk karena hutang-hutang yang semakin hari semakin tidak bisa ditoleransi.

“Miyoungie, kau benar….. karena terlalu asyik dengan duniaku aku lupa tujuanku datang ke Seoul.” Lirihnya masih menatap langit-langit studio tempatnya berada. Seolah-olah langit-langit ruangan itu sedang menertawakan kemalangannya.

“Jadi sekarang kau ingat?”

“Tentu saja. Mencari uang yang banyak dan melunasi hutang-hutang Ayah……” Jawabnya masih dengan suara yang lirih.

“Jadi kau akan mencoba melamar di perusahaan itu?” Tanya Tiffany kembali.

“Entahlah…. aku akan memikirkannya terlebih dulu.”

*****

Entah karena apa tapi angin malam di awal musim gugur kali ini terasa lebih dingin dari biasanya. Taeyeon yang sedari tadi masih terjaga dalam sejuta pemikirannya hanya merengkuh erat guling kesayangannya dan untuk kesekian kalinya menghela napas gusar di bawah selimut tebalnya. Beberapa menit kemudian, tubuh wanita itu berguling hingga matanya menatap langit-langit kamarnya. Sejak tadi otaknya selalu membawa dirinya pada percakapanya dengan Tiffany siang tadi. Jujur saja, percakapannya dengan Tiffany membuat bayangan kedua orang tuanya tak lepas sedikitpun dari otaknya.  Dan itu membuatnya resah.

Bukankah tidak ada salahnya menghilangkan sifat idealis demi kepentingan bersama?

 

Pagi itu, usai  mengikat tali sepatunya Taeyeon langsung bergegas keluar dari  kamar sewaannya. Udara segar musim gugur langsung menyapanya ketika kakinya menuntun tubuhnya keluar dari kamarnya yang tergolong sempit itu. Ya setidaknya musim gugur yang begitu ia sukai kini telah datang dan setidaknya mampu meredam rasa stress akibat rentetan masalah yang tak henti-hentinya menghujani dirinya.

“Nona Kim.”

Taeyeon baru saja hendak mengunci kamarnya ketika seorang wanita berperawakan tidak terlalu tinggi dengan postur  tergolong gendut memanggilnya dan berjalan ke arahnya.

“Ah, Annyeong haseyo Nyonya Park.” Sapa gadis itu ramah meskipun dalam hatinya ia sangat malu sekaligus takut bertemu dengan ibu pemilik gedung tempatnya tinggal itu.

“Tak usah berbasa-basi. Kau tentu tahu tujuanku kemari. Kapan kau akan membayar uang sewa kamarmu? Ini sudah lebih dari 3 bulan kau belum membayarnya, apa kau kira ada sesuatu yang kau bisa dapatkan dengan gratis.”

Terdengar memalukan bukan?  tentu saja. Tapi seorang Kim Taeyeon sudah terbiasa mendengar yang lebih pedas dan memalukan dari sekedar ucapan Nyonya Park yang cukup membuat telinganya panas. Dan sepertinya memang keadaannya yang memaksanya untuk bermuka tebal dalam menghadapi  segala ucapan pedas yang orang-orang lontarkan padanya.

“Maafkan aku. Gajiku bulan kemari harus aku gunakan untuk biaya pengobatan ayah. Aku akan berusaha melunasinya bulan ini.” Jelas Taeyeon sambil menundukkan kepalanya serendah yang ia bisa. Bukan karena hormat atau berusaha meyakinkan permintaan maafnya melainkan untuk menyembunyikan mukanya yang entah ia sendiri bingung harus ia letakkan dimana.

“Lama-lama kau membuatku kehilangan rasa percayaku padamu, Nona Kim. Kali ini adalah kali terakhir aku memberikanmu toleransi. Sampai bulan depan kau belum  melunasinya, jangan kaget jika semua barangmu sudah bersih tak tersisa dari kamarmu itu.” Tegas wanita itu dengan wajah angkuhnya yang sudah sangat familiar di kalangan penghuni kamar sewaan itu. Mendengar peringatan yang dilontarkan wanita itu Taeyeon hanya bisa menghela napas pasrah dan baru berani mengangkat kepalanya ketika ia merasakan kaki wanita itu sudah melangkah menjauh dari tempatnya berada.

“Astaga, apa lagi ini.” Gumamnya lalu mengacak rambutnya frustrasi. “Sepertinya aku memang tidak memliki pilihan lain, aku harus menghubungi Tiffany sekarang juga.” Ucapnya terdengar emosi namun terdengar menyedihkan juga.

Buru-buru ia membuka resleting tasnya namun belum sempat ia memasukan tangannya untuk merogoh tasnya itu ia sudah terlebih dahulu memekik kaget dengan isi tasnya.

“Ige Mwoya! Barang-barang siapa ini!”

Taeyeon mengacak-acak isi tasnya. Ia yakin sekali jika bedak, lipstick dan parfum mahal serta ponsel dengan harga selangit yang terdapat di dalam tasnya itu bukanlah miliknya. Sejenak ia mengangkat tasnya itu sebatas muka dan menatap tas itu lekat-lekat. Tas itu memiliki warna serta model yang sama persis dengan tasnya.

Sungguh, benar-benar sama persis. Setidaknya itu yang ia ucapkan di dalam benaknya ketika mengamati tas di hadapannya  sebelum tangannya meraih label yang terjahit pada tas itu. Made in Italy. Sebuah kalimat yang begitu singkat namun mampu meyakininya jika tas di tangannya itu bukanlah miliknya. Ia yakin sekali jika dirinya tidak pernah membeli tas bermerk asli yang memiliki harga selangit apalagi sampai melengkapi isi tasnya dengan kosmetik dan ponsel yang harganya jauh lebih besar dari sebulan gajinya. Sampai detik ini ia ingat betul jika tas bermerk ‘Burberry’ miliknya adalah tas palsu yang ia beli di pinggiran pasar malam di Seoul.

“Sepertinya seseorang salah mengambil tasku hingga aku berakhir membawa tas ini.” Gumamnya sedikit kesal namun juga kecewa. Dengan ragu tangannya meraih posel bermerk iPhone dari tas itu dan menggeser slide unlock ponsel itu. Begitu kunci ponsel itu terbuka ia bisa melihat dengan jelas potret seorang wanita yang menjadi homescreen ponsel itu. Seorang wanita yang sangat familiar untuknya dan tentunya untuk orang-orang di seluruh Korea.  Jessica Jung.

“Astaga, jangan katakan…”

****

Jessica sedang sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam koper ketika ia mendengar dering ponsel yang terdengar sangat asing di telinganya. Merasa penasaran sekaligus terganggu dengan suara ponsel itu ia langsung mencari sumber bunyi itu hingga pencariannya berakhir pada tas Burberry miliknya. Mata gadis itu membulat sempurna ketika mendapati isi tasnya bukanlah barang-barangnya. Namun belum sempat ia mengacak isi tas di hadapannya, suara ponsel di dalam tas itu sudah lebih dulu menarik perhatiannya hingga ia langsung saja mengambil ponsel itu dan membaca nomor yang tertera pada ponsel berhiaskan gantungan minion di tangannya itu.

Sepertinya nomor ini cukup familiar.

“Yeoboseyo.” Sebuah kata sapaan itu langsung menyambut telinga Jessica ketika ia membuka flip ponsel itu dan menempelkannya di telinganya.

“Yeoboseyo. Nuguseyo?”

“Namaku Kim Taeyeon, aku ingin mengatakan padamu sepertinya tas kita tertukar, Nona Jung.”

Kening Jessica berkerut. “Tertukar? Bagaimana bisa?”

“Sepertinya kemarin kau salah mengambil tasku ketika mengunjungi Nona Tiffany di butiknya. Dan kebetulan sekali tas kita memiliki model dan warna yang sangat mirip.”

Jessica memukul keningnya lalu menyisir rambutnya dengan jari-jarinya. “Benarkah? Ah, Josonghamnida. Aku benar-benar ceroboh.”

“Eum, jadi… kapan kita bisa bertemu? Aku yakin kita sama-sama memiliki kepentingan masing-masing dengan tas kita khususnya ponsel. Kita harus segera bertemu untuk menukar tas kita.” Ucap Taeyeon sedikit kikuk.

Kepentingan? Bahkan aku membeli ponsel itu hanya untuk berkomunikasi di Korea. Lagipula untuk apa aku menyimpan ponsel itu jika ibu sudah memberikan nomor ponsel terkutuk itu kepada pria itu.

“Nona Jung, masih disana?”

“Ah nde, aku disini. Kapan kau mau bertemu. Aku memiliki banyak urusan hari ini.” Ucap Jessica sedikit berbohong.

“Ah begitukah? Bagaimana jika besok? Besok aku akan pergi ke JH Group mungkin kita bisa bertemu di sekitar sana.” Usul Taeyeon sedikit ragu.

Apa wanita ini gila? JH Group? Itu sama saja aku menggali liang kuburku sendiri. Mati-matian aku berjuang untuk kabur tapi wanita ini justru…… Tunggu!

“Lee Jongwoon, pria yang kami jodohkan denganmu. Putra sulung keluarga Lee. Dan kami sepakat jika pertemuan pertama alias kencan pertama kalian itu akan dilaksanakan di La Categorie lusa ini.  Tempatnya tak jauh dari perusahaan keluarga Jongwoon, JH Group. Kau bisa kan?”

“Sampai kami mendapat berita kau tidak datang pada acara malam itu, kami tidak akan segan-segan memberikan pelajaran kepadamu, Jessica.”

Seketika ucapan sang ibu terngiang di otaknya. Untuk beberapa saat ia nampak terdiam sembari otaknya bekerja memproses semua hal yang kini melintas di otaknya. Beberapa detik kemudian senyuman licik sarat akan kegilaan terukir di bibir mungilnya itu.

“Wah kebetulan sekali, aku akan ke La Categorie besok. Letaknya tak jauh dari JH Group. Kita bisa bertemu di sana kan?”

Kini giliran Taeyeon yang terdiam menimbang-nimbang ucapan gadis yang tengah di teleponnya itu. “Baiklah, jam berapa kau ingin bertemu?

“Jam 6 sore.”

*****

“Kau tidak lupa kan dengan agendamu sore ini?”

Jongwoon menelan salad di mulutnya lalu beralih menatap sang Ayah yang beberapa detik lalu bertanya padanya. “Tidak, aku sama sekali tidak lupa.” Jawabnya lalu menegak secangkir teh yang tersaji di hadapannya.

“Nama gadis itu adalah Jung Sooyeon. Aku pernah bertemu dengannya ketika ia masih berumur 10 tahun. Aku rasa ia gadis yang sangat manis dan sangat cocok disandingkan denganmu.”

Jongwoon tersenyum miring. Apa yang bisa disamakan antara anak kecil polos berusia 10 tahun dengan wanita berusia 20-an. Konyol.

Tuan Kim tersenyum lembut lalu menepuk pelan punggung putra sulungnya itu. “Bersikaplah yang baik dan manis pada gadis itu Jongwoon-ah.”

*****

Berkat bantuan seorang Tiffany Hwang, satu paket dokumen berisikan lamaran pekerjaan beserta tetek bengeknya itu kini sudah terletak dengan manisnya di dalam dekapan Kim Taeyeon. Gadis itu baru saja turun dari bis yang mengantarkannya menuju halte yang terletak tak jauh dari JH Group. Setibanya di halaman gedung itu, untuk beberapa detik mata wanita itu tak berkejap sama sekali menatap kagum gedung pencakar langit yang berdiri dengan megahnya di tengh kota Seoul itu. Mulut dan matanya membulat sempurna, tak peduli tatapan orang-orang yang melintas di dekatnya sambil berpikir betapa kampungan dirinya. Seperti biasa Kim Taeyeon memang sudah tebal muka.

Dengan memantapkan hatinya, Taeyeon melangkahkan kakinya memasuki gedung itu. Selama gadis itu berjalan, mulutnya tak henti-hentinya berkomat-kamit mengucap doa. Dekapannya pada map lamaran itu bahkan kian mengerat tatkala jaraknnya dengan meja resepsionis  semakin berkurang.

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” Sapa resepsionis itu dengan keramahan yang dipaksakan.

“Saya mendapat informasi tentang lowongan pekerjaan sebagai sekretaris di kantor ini, dan saya datang membawa surat lamaran saya.” Jelas Taeyeon sembari meletakkan mapnya di atas meja.

Resepsionis itu nampak memasang wajah heran. Matanya mengamati Taeyeon dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tidak ada yang istimewa memang. Gadis yang sedang berdiri di hadapan resepsionis itu hanya seorang gadis biasa dengan setelan celama jeans dan kaos bergambar bendera inggris dan bertuliskan ‘Iron Maiden’. Ah, tak lupa sepasang sepatu kets dan jaket jeans berwarna sedikit lebih gelap dari warna celana jeansnya. Sungguh penampilan yang terlalu biasa jika dibandingkan dengan pegawai-pegawai perempuan di kantor itu khususnya wanita resepsionis yang baru Taeyeon ketahui namanya Kwon Yuri itu.

“Apa kau merasa begitu percaya  diri melamar pekerjaan di perusahaan kami? Asal kau tahu saja, standar perusahaan kami sangatlah tinggi nona…. Ah Nona Kim Taeyeon.” Sindir resepsionis wanita itu sambil bergantian menatap map Taeyeon dan tentunya Taeyeon sendiri.

“Memangnya kau siapa hingga berani-beraninya berkata seperti itu. Kau manager saja bukan tapi sikapmu menujukan kau sudah setinggi itu. “ Balas Taeyeon berusaha terlihat cuek walaupun hatinya kian memanas.

“Kau tahu tidak, lamaran sekretaris yang kau maksud itu adalah sekretaris untuk CEO kami. CEO kami itu sangat selektif dan perfeksionis. Sekretaris yang handal saja hanya bisa bertahan paling lama enam bulan, aku tak yakin kau akan bertahan seminggu disini.” Lawan wanita bernama Kwon Yuri itu lagi sambil tersenyum miring namun sangat tajam. Sungguh senyuman wanita itu bak bensin yang disiramkan pada api. Sepertinya api sangat pantas dijadikan analogi kemarahan Taeyeon saat ini.

“Aku juga tak yakin, jika penampilanmu saja kampungan seperti ini, bagaimana dengan pendidikanmu ya. Aku curiga kau adalah lulusan SMA yang nekat untuk langsung bekerja disini.” Tambah wanita itu lagi.

Kini Taeyeon tak bisa menahan kekesalannya lagi. Sadar jika ia tak bisa menahan diri lebih dari saat ini, ia langsung berbalik  dan melangkah sambil menuangkan kekesalannya dengan menghentak-hentakan kakinya ke lantai. Gadis itu terus berjalan dengan kedua telapak  tangan yang mengepal di sisi kanan dan kiri pahanya. Wajahnya nampak ditekuk dan mulutnya sibuk mengerucut ke atas, meniupi helai-helaian anak rambut di keningnya. Gadis itu terus berjalan dengan kekesalannya yang berapi-api, tidak memperdulikan jalan yang ia lalui untuk menuju pintu utama gedung itu. Gadis itu terus berjalan dan berjalan hingga…..

BUK

“Auw~!”

Kaki Taeyeon tanpa sengaja tersandung oleh sesuatu hingga badannya terhuyung  terjatuh ke depan. Tepat sebelum badannya benar-benar mencium lantai, ia sudah terlebih dahulu memejamkan matanya dan hanya bisa merasakan jika bibirnya kini tengah menyentuh sesuatu. Sadar akan hal memalukan yang terjadi pada dirinya, ia hanya tetep berdiam pada posisinya tanpa berani membuka matanya.

“Agasshi, bangunlah.” Titah seorang pria bersuara berat. Mendengar perintah pria itu, dengan ragu Taeyeon membuka matanya dan mendapati sesuatu berwarna hitam mengkilap di depan matanya. Benda hitam dan mengkilap itu juga yang tengah menjadi tempat mendarat bibir mungilnya itu. Dan tentu saja Kim Taeyeon tahu benda apa itu. Sepatu.

“Kau tidak mengerti kata bangun ya?”  Tanya pria itu,  kali ini dengan suara yang meninggi. Taeyeon yang sudah terlanjur malu mengangkat sedikit kepalanya namun ke arah lain, terlalu memalukan jika ia langsung bertatap muka dengam pria bersuara tegas itu. Dan sial! Hal pertama yang menyambut matanya adalah senyuman miring dan gesture menyindir dari wanita bernama Kwon Yuri. Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Taeyeon langsung kembali menundukkan kepalanya dan bergegas berdiri.

Josonghamnida.” Ucapnya cepat sambil membungkukkan badannya untuk beberapa kali tanpa sedikitpun menampakkan wajahnya. Dengan cepat ia langsung berlari dari tempat itu dan keluar dari bangunan yang sudah memberikan kenangan tak terlupakan untuknya.

“Aarrrrgghhhhhh~!” Teriak Taeyeon frustrasi sambil mengacak-acak rambutnya ketika ia sudah berhasil keluar dari gedung itu.

*****

Jam sudah menunjukkan pukul 6 tapi sosok yang ditunggu Taeyeon tak kunjung datang. Usai kejadian memalukan di gedung JH Group beberapa jam yang lalu, Taeyeon memutuskan untuk membunuh waktu dengan berjalan-jalan di sekitar hingga kini ia berakhir dengan berdiri menunggu seorang Jessica Jung di depan sebuah restaurant Perancis ternama di Seoul itu. Sebenarnya bisa saja ia masuk ke dalam dan menunggu wanita bernama Jessica Jung itu di dalam. Tapi kejadian tadi siang membuatnya enggan untuk masuk. Ia takut pegawai-pegawai di dalam restaurant itu akan memandangnya sebelah mata atau justru mengira dirinya sedang melamar menjadi tukang cuci piring di restaurant mewah yang begitu familiar di kalangan sosialita saat ini.

Jongwoon memakirkan mobilnya di sisi jalan, tepat di depan La Categorie. Usai  mengecek barang-barangnya dan mengunci mobil, kaki pria itu kini melangkah dengan ringan menuju restaurant itu. Sebelah tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya dan seperti biasa, wajahnya datar dan dingin. Benar-benar seperti balok es berjalan.

Langkah pria itu terhenti sejenak sekitar 1 meter dari pintu restaurant itu. Tangannya yang tadinya hendak terangkat meraih gagang pintu malah ia urungkan dan kembali ia letakkan ke dalam saku celanaya. Kepalanya menoleh kekanan dan tepat saat itu matanya berhenti untuk beberapa saat pada sosok yang sedang berdiri di depan restaurant itu. Sosok itu nampak familiar. Entah pakaiannya atau apa,  yang jelas melihat gadis itu membuat kejadian tadi siang di kantornya kini kembali berputar di otaknya. Memancing reaksi refleks dari sarafnya untuk membentuk senyuman sinis di bibirnya.

Merasa diperhatikan, dengan ragu gadis itu memnutar badannya hingga matanya bertemu dengan mata milik Jongwoon. Gadis itu menatap  Jongwoon bingung namun juga salah tingkah. Namun tak berlangsung lama sampai pria itu memasuki La Categorie.

 

Untuk kesekian kalinya Taeyeon menghela napas kesal. Sosok yang ditunggunya tak kunjung datang dan kali ini stok kesabrannya benar-benar sudah menipis. Dengan perasaan geram gadis itu meraih ponsel milik Jessica dan menghubungi ponselnya.

“Yeoboseyo.”Ucap wanita super menyebalkan itu, Jessica Jung. Meskipun suaranya terdengar dingin sedingin citranya, Taeyeon hanya tidak tahu jika sejak tadi telpon dari Taeyeon lah yang ditunggu-tunggu seorang Jessica Jung.

“Yeoboseyo, anda dimana? Anda tidak lupa bukan dengan janji kita kemarin.”

“Janji?” Ulang Jessica di seberang sana sambil mengamati kuku-kuku cantiknya.

“Janji kita, La Categorie, dan tas tentunya. Apa daya ingat anda seburuk itu?”

Jessica kembali memasang senyuman liciknya. “Ooh janji itu. Tapi kau tahu kan orang sepertiku sangatlah sibuk? Janji dengan orang sepertimu tidak cukup penting untuk masuk skala prioritasku.”

“MWO!? Apa maksud anda?!”

“Aku tidak bisa bertemu denganmu. Aku sangat sibuk. Sekarang. Kau tahu beberapa menit lagi pesawat yang aku tumpangi dengan tujuan London akan berangkat. Aku sarankan, biarkan saja tas kita tertukar. Aku sama sekali tidak keberatan jika kau mengambil tasku beserta isi-isinya.” Ucap Jessica santai.

“Ya! Aku tahu semua barang di tas anda adalah barang-barang yang tak sembarang harganya. Tapi sungguh, aku sama sekali tidak memerlukan semua barang itu dan aku benar-benar membutuhkan tas dan ponselku secepatnya,  Nona Jessica Jung.” Pekik Taeyeon kesal.

 Di seberang sana Jessica Jung tersenyum sinis. “Apa isi tas ini benar-benar berarti untukmu?”

“Tentu saja.” Tegas Taeyeon.

“Aku akan mengembalikan tas beserta ponselmu dalam keadaan baik-baik saja.”

“Benarkah? Kalau begitu kapan anda akan memberikannya kepadaku?”

“Secepatnya pun aku bisa. Tapi tentu kau tahu, tidak ada yang gratis dan semudah membalikkan telapak tangan di dunia ini.”

Taeyeon menggertakkan gigi-giginya dengan kesal. Entah sudah berapa manusia yang akhir-akhir ini mencari masalah dengannya dan menambah masalahnya. “YA! Apa-apaan ini, kau tidak bisa berbuat sesukamu seperti itu!”

“Simple saja. Jika kau tak mau melakukan apa yang kuminta, tas ini akan kubawa ke London atau justru berakhir dimana saja. Kau tahu kan tempat sampah ada dimana-mana. Dan jika kau mau melakukan apa yang kuminta, dengan selamat tas ini akan kembali padamu.”

Inilah salah satu alasan Kim Taeyeon sangat membenci orang-orang kaya. Cenderung berbuat seenaknya!

Taeyeon memejamkan matanya sambil menggigiti bibir bawahnya dan mengeratkan cengkeramannya pada ponsel Jessica yang menempel di telinganya. “Baiklah, aku akan melakukannya. Kau ingin aku melakukan apa?”

“Kau dimana sekarang?”

Taeyeon meniupi rambutnya dengan sebal. “Tepat di depan La Categorie, aku adalah tipikal orang yang memegang teguh pada perjanjian, Nona Jung.” Ucapnya sedikit menyindir meskipun sama sekali tak berefek bagi wanita sedingin Jessica.

“Wow, that’s great!” Seru wanita itu terdengar begitu bangga dan senang. Bahkan Taeyeon sendiri tidak tahu sisi ‘great ‘ dari ucapannya.

“Apa maumu? Cepat katakan.”

“Mudah saja. Masuklah ke dalam restaurant itu dan jadilah diriku.” Ucap Jessica enteng.

“MWO?! Apa otak anda sama sekali tidak jalan? Aku, gadis dengan kelas biasa kebawah ini menjadi seorang Jessica Jung yang di agung-agungkan di seluruh Korea? Apa anda benar-benar sudah gila?” Pekik Taeyeon dengan suaranya yang sepertinya naik beberapa oktaf. Benar-benar tak habis pikir dengan sifat asli  dan cara berpikir model kelas dunia itu.

“Ya, kecilkan suaramu. Kau ada di tempat umum bukan?” Sergah Jessica memberikan Taeyeon peringatan. Lagipula, Korea termasuk dirimu hanya mengenal Jessica Jung. Kali ini aku memintamu jadilah Jung Sooyeon, itulah nama asliku. Bagaimana?” Tawar Jessica dengan senyuman enteng yang masih terukir di bibirnya. Sungguh kontras jika dibandingkan dengan Taeyeon yang masih setia menggigiti bibirnya dengan sebelah tangannya yang mengepal kuat.

 

TBC

 Hai, adakah yang mampir ke ff ini dan membacanya? Jika ada aku ucapin terimakasih yang sebesar-besarnya. *bow*. Another ff with same main couple but another side couple, bagaimana menurut kalian? Ff ini udah aku buat kerangkanya sejak lama, Cuma baru keketik beberapa hari belakangan. Aku harap kalian bisa kasi komentar berupa respon kalian terhadap ff ini ataupun masukan-masukan. Buat next part aku liat dulu dari respon para pembaca dan juga tergantung dari waktu luang yang aku punya, hehehe. Sekian dulu ^^

Leave a comment