[2] Autumn, Blossom of Love

ksunmi1248-autumn-blossom-of-love

Title : Autumn, Blossom of Love Part 2 || Author : Eleanore  || Rate : PG-16 || Length : Chapter || Genre : Romance, Family and Friendship || Cast’s : Kim Taeyeon [GG],  Jessica Jung [GG], Yesung [SJ],  Lee Donghae [SJ] || Credit Poster : Cocolollipop (cafeposterart.wordpress.com)  ||  Disclaimer : Inspired by various drama, novel and song. ^.^

You are free to make your choices but youare not free to choose the consequences –

 

“Kau hanya perlu menggantikanku dalam acara kencan buta konyol itu. Aku tak menuntutmu untuk berbuat macam-macam, cukup duduk manis dan nikmati makan malammu dengan pria itu sebagai Jung Sooyeon. Bahkan aku sama sekali tidak keberatan jika kau membuat pria itu kesal dan tak tertarik padamu. itu merupakan benefit tersendiri untukku. Lagipula sangat kecil kan kemungkinan kau akan kembali bertemu dan berurusan dengan pria itu? “

Untuk kesekian kalinya Kim Taeyeon menghembuskan napas gusarnya. Sungguh entah bagaimana seorang wanita bernama Jessica Jung yang sama sekali tidak dikenalnya itu dengan mudahnya mengambil alih kontrol akan hidupnya. Kalimat yang wanita itu ucapkan, dengan sukses terus melekat dan terngiang di otaknya. Kini ia benar-benar merasakan hidupnya tak jauh berbeda dengan pertunjukkan boneka  yang sangat ia sukai ketika ia kecil.

“Apa anda adalah salah satu korban trend orang tua masa kini, nona?” Tanya seorang waitress yang kini sedang mengantar Taeyeon ke ruangan VIP  yang sudah di pesan oleh pria itu. Pria yang sama sekali tak ia kenal bahkan ketahui. Pria yang akan menjadi korban penipuannya sesaat lagi. Mengenaskan bukan?

“Eh, maksud anda?” Ujar Taeyeon balik bertanya dengan ekspresi bingung. Maklum saja waitress itu baru saja menariknya kembali ke dunia nyata setelah cukup lama terjebak dalam dunia lamunannya.

“Anda beberapa kali menghela napas. Kentara sekali jika anda sedang gugup, jadi saya hanya mencoba menebak.”

Taeyeon terkekeh. Mencoba nampak seperti gadis pemalu atau apalah itu. Walau sebenarnya mungkin saja ia nampak begitu bodoh. “Benarkah? Hahaha….” Bahkan tawanya saja terdengar begitu kaku dan nampak bodoh.

“Kita sudah sampai nona, silahkan masuk.” Ucap waitress itu sambil menggunakan tangannya untuk mempersilakan Taeyeon masuk sebelum akhirnya meninggalkan wanita itu sendiri mematung di depan pintu.

Aku hanya perlu masuk ke dalam ruangan itu, berlaga menjadi seorang Jung Sooyeon yang menyebalkan dan pada akhirnya aku akan pulang dengan tenang seolah tak terjadi apa-apa. Hanya itu Taeyeon, kau pasti bisa melakukannya.

Taeyeon menarik nafas dalam-dalam, membiarkan udara masuk sebanyak-banyaknya ke dalam paru-parunya dan menghembuskannya dengan tak rela. Dalam sekejap pintu di hadapannya itu mampu membuat ia kekurangan oksigen untuk bernafas. Dengan ragu ia meletakkan tangannya pada gagang pintu dan membuka pintu itu dengan perlahan.

Suara derit engsel pintu di ruangan VIP itu cukup ampuh menarik perhatian seorang Kim Jongwoon yang sedari tadi lebih asyik mencurahkannya pada ponselnya. Dengan penuh antisipasi ia memasang mata elangnya, menunggu seorang wanita yang dalam beberapa detik akan muncul dari balik pintu dan menampakkan sosoknya. Namun di luar ekspektasi seorang Kim Jongwoon, sorot mata tajamnya tiba-tiba berubah menjadi tatapan yang tidak dapat diartikan. Kaget, heran dan tak habis pikir, sepertinya dalam sekejap ketiga perasaan itu bercampur aduk dan memenuhi otaknya setelah melihat sosok seorang wanita di hadapannya. Sosok yang selalu diceritakan dan dibanggakan  oleh ibu serta ayahnya, sosok yang kini berdiri di hadapannya. Jung Sooyeon.

A—Annyeong…” Sapa gadis itu dengan suara yang nyaris seperti berbisik. Jongwoon hanya memandang gadis itu lekat-lekat tanpa sedikitpun memasang ekspresi yang lebih bersahabat atau paling tidak membalas sapaan gadis itu. Memperhatikan dengan detil dari ujung rambut hingga ujung sepatu gadis itu

“Kim Jongwoon-ssi?” Panggil gadis itu lagi, kali ini terdengar seperti kalimat tanya.

“Duduklah.” Titah pria itu dengan suara yang terdengar begitu dingin dan terkesan bak perintah yang mau tidak mau membuat Taeyeon kembali merasa seperti sebuah boneka dibawah kendali seseorang. Menyedihkan.

Untuk beberapa saat, sesuatu yang klise seperti suasana yang canggung dan hening memang tak terhindarkan. Jongwoon masih menatap gadis di hadapannya lekat-lekat sambil bergulat dengan pikirannya lalu sesekali tersenyum sinis. Sementara Taeyeon sibuk membiarkan kedua tangannya saling meremas satu sama lain sembari merutuki kebodohannya yang dengan mudahnya mengiyakan permintaan bernama Jessica Jung.

Jongwoon akhirnya merubah posisi duduknya, melipat tangannya di atas meja dan sedikit mencondongkan badannya ke depan. “Apa yang perlu kau ketahui tentang diriku?” Tanya pria itu to the point setelah cukup lama terdiam. Taeyeon mengernyit, menatap pria itu bingung. Pertanyaan macam apa itu!?

Jongwoon menghela nafas sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Memberi dominasi pada sifat angkuhnya. “Bukankah itu tujuan kedua orang tua kita menyusun acara makan malam ini untuk kita?” Jelas pria itu seolah mengerti kebingungan yang melanda Taeyeon.

“Dan menurutmu begitu pentingnyakah dirimu sehingga aku menjadi satu-satunya pihak yang harus bertanya?” Ketus gadis itu dengan nada tak terima sambil mendelik tajam.

Pria itu menyeringai dan tak perlu waktu yang lama Taeyeon benar-benar merasa muak melihatnya. “Memangnya apa yang harus aku ketahui darimu? Melihat etika berpakaianmu saja aku sudah tak tertarik. Ck, bisa-bisanya ayah dan ibu mengatakan gadis bernama Jung Sooyeon itu adalah gadis manis dari keluarga terhormat. Wanita terhormat mana yang akan mengenakan baju kaus serta celana jeans dengan warna yang sudah memudar ke salah satu restoran Perancis top di Seoul. Terlebih perlu kau catat acara ini formal, jangan kau anggap pertemuan kita hanya sebatas pertemuan dua anak muda yang sedang berkencan di kedai ddeokboki di pinggiran sungai Han, Nona Jung!”

Sial! Sok perfeksionis sekali pria ini. Umpat gadis itu dalam hati sambil balas memperhatikan penampilan pria itu. Memang jika diperhatikan, penampilannya dengan pria itu nampak begitu kontras. Taeyeon mengenakan setelan kasual yang menurut Jongwoon memiliki warna yang sudah agak memudar. Itu semua belum termasuk wajahnya yang sudah nampak kusam  dan bau keringatnya yang mungkin sedikit tidak enak karena seharian berjalan kesana kemari di bawah teriknya sinar matahari. Berbeda dengan Jongwoon yang nampak berwibawa dengan setelan Armani yang menggambarkan status sosialnya, ditambah dengan aroma maskulin dan berkelas yang menyeruak dari tubuh pria itu.  Nampak sekali jika pekerjaan pria itu hanya mengurus perusahaan di dalam ruangan berpendingin dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan mobil mewah nan nyaman yang siap mengantarnya kemana saja.

 Persetan dengan siapa yang sedang dihina pria itu, entah itu Jung Sooyeon ataupun Kim Taeyeon, ia benar-benar tidak terima jika ucapan pedas seperti itu harus mengotori telinga serta otaknya. Lagipula bukan salahnya jika ia datang ke restoran itu dengan penampilannya saat ini. Memangnya baju seperti apa yang bisa diharapkan dari seorang wanita yang hidup di sebuah kamar sempit yang bahkan masih menunggak uang sewa selama tiga bulan. Meskipun begitu, Kim Taeyeon tetaplah Kim Taeyeon. Dia tetaplah seorang gadis yang sudah terlalu biasa menerima hinaan ataupun diinjak-injak, sehingga pada akhirnya ia hanya bisa menghela napas panjang untuk mengatur emosinya yang terancam meledak.

Mata gadis itu kembali mendelik ketika seorang waitress masuk ke dalam ruangan tempat dirinya dan Jongwoon berada dan meletakkan dua piring Basil Salmon Terrineuntuk keduanya. Awalnya gadis itu bermaksud untuk berpegang pada prinsip kebanggaannya ‘diam itu emas’, namun sayang sepertinya satu piring makanan mewah yang tersaji di hadapannya itu benar-benar tidak dapat ditoleransinya.

“Ratusan ribu won hanya untuk satu potong olahan daging salmon yang bahkan tak sebanding jika kau bandingkan dengan porsi camilan manusia normal? Apa kau gila?” Tanya gadis itu tak percaya.

“Restaurant berbintang dengan makanan berstandar internasional dan harga yang selangit, bukankah seorang wanita dari kalangan elit sepertimu biasanya menyukainya?” Sindir Jongwoon cukup pedas.

“Dan kau pikir, aku adalah satu dari kumpulan wanita dari kalangan elit yang kau sebut itu?” Ucap Taeyeon tajam dan melupakan perannya.

Jongwoon yang awalnya sudah memegang pisau dan garpu di tangannya memandang gadis di hadapannya dengan geram lalu meletakkan pisau dengan garpu itu dengan kasar. “Apa begitu sopan santunmu terhadap seseorang yang sudah menjamumu makan? Bersikap bak wanita kampungan dan melupakan betapa terhormatnya latar belakang keluargamu? Cih, benar-benar…. Tidak bisakah kau bersikap dengan lebih baik? Setidaknya duduk manis dan habiskan makanan di hadapanmu, setelah itu kau boleh pergi dan katakan pada kedua orang tuamu kita sama sekali tidak cocok, Nona Sooyeon!”

Taeyeon mengatupkan bibirnya dan memandang pria di hadapannya dengan tatapan tak percaya. Bagaimanapun juga, ucapan pria itu tak sepenuhnya salah. Tak bisa dipungkiri ia hanyalah gadis biasa yang sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan glamournya kehidupan melainkan cobaan dan kerasnya kehidupan,  sehingga tak salah jika pria itu mengatai respon yang ia berikan itu terkesan kampungan. Menghamburkan uang hanya untuk satu porsi makanan berkelas tidak pernah ada di kamusnya, dan jelas ini semua melanggar aturan-aturan di kamusnya.

Masih dengan suasana hening namun tak bersahabat, Taeyeon dengan malas meraih pisau dan garpunya lalu dengan bringas memotong dan menusukkan ujung garpunya pada Basil Salmon Terrine miliknya. Tanpa memperdulikan Jongwoon yang diam-diam masih meliriknya, ia memasukkan satu suapan besar makanan Perancis itu ke dalam mulutnya hingga pipinya nampak mengembung karena terlalu penuh. Tak sampai disana, dengan malas ia menggerakkan mulutnya, membiarkan makanan di mulutnya diproses oleh alat-alat pencernaan yang ada di dalam mulutnya. Bahkan saking malasnya, makanan kelas internasional di dalam mulutnya itu terasa tidak lebih enak dari  nasi putih yang hanya di beri garam.

Cukup habiskan makanan ini dan aku tidak akan pernah bertemu dengan pria ini.

Tanpa disadari Taeyeon, sedari tadi pria yang duduk di hadapannya sambil menyantap makanannya diam-diam memperhatikan setiap gerak-geriknya. Tekadang pria itu akan berdecak kecil atau pun menggelengkan kepalanya tak habis pikir ketika mendapati tingkah aneh gadis itu. Namun tak dipungkiri pula, sesekali senyuman yang tak jelas artinya terukir di bibir pria itu. Sungguh tipikal gadis yang membuatnya tak habis pikir.

-l-l-l-l-

Lee Donghae baru saja menutup pintu apartmentnya ketika ponselnya berdenting menandakan ada pesan yang baru saja masuk. Begitu menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, tangannya langsung merogoh saku celanannya dan mengambil benda tipis di sakunya kemudian membaca pesan baru itu.

From : K

Aku harap kau tak melupakan janji kita besok Mr. Lee, atau mungkin akan lebih nyaman jika memanggilmu, ‘Oppa’ k k k k k. Tapi sepertinya aku akan telat, karena ada sedikit masalah.  C U Tommorow ~~~ ^.^

Donghae tak bisa menahan bibirnya untuk sekedar menyunggingkan senyuman bahagia. Konyol memang, selama 27 tahun ia hidup ia baru sekali merasakan namanya berdebar-debar karena seorang gadis apalagi sampai mengejar seorang gadis. Apakah ia sedang jatuh cinta? Entahlah. Ia sendiri tak mau pusing-pusing memikirkan jawabannya karena ia tak mau terpaku pada hal bodoh yang orang sebut dengan nama cinta. Lagipula menurutnya, apa gunanya repot-repot mencintai seseorang  jika pada akhirnya setiap orang sudah memiliki takdirnya masing-masing dan tentunya semua itu tidak dapat diganggu gugat.

Dengan lincah kini jemari Donghae menari-nari di atas layar sentuh ponselnya, mengetik balasan pesan untuk gadis itu.

To : K

How could I forget if it’s related to you? C U pretty girl ^.^

-l-l-l-l-

Tanpa memperdulikan pria yang sedari tadi berhasil menguji kesabarannya, Taeyeon melangkah dengan cepat meninggalkan restoran itu. Ia terus berjalan dengan langkah lebar, berharap jika jaraknya dengan pria itu semakin jauh atau setidaknya agar ia tak perlu berhadapan dengan pria bernama Kim Jongwoon itu. Dalam benaknya Taeyeon sibuk  mengucapkan sumpah serapah yang ditujukkan kepada pria itu sambil berjanji pada dirinya apapun yang terjadi bahkan jika pria itu adalah pria terakhir di dunia, ia tak mau berurusan dengan pria itu. Namun sepertinya semua itu hanyalah satu dari ribuan khayalan Taeyeon, karena belum jauh ia pergi meninggalkan restoran itu ia bisa merasakan jika kini sebelah pergelangan tangannya di cengkeram kuat dan dalam beberapa detik tangannya sudah ditarik oleh pria itu. Kim Jongwoon.

“Ya! Apa yang kau lakukan?! Bukankah urusan kita sudah selesai? Bukankah kau bilang aku hanya perlu pulang ke rumah dan mengatakan pada orang tuaku jika kita sama sekali tidak cocok?! Yak, Lepaskan!!!!!” Gadis itu berusaha menghempaskan cengkeraman Jongwoon di pergelangan tangannya sambil menyemprotkan pekikan-pekikan kesalnya terhadap pria itu. Namun sepertinya semua itu sama sekali tidak berefek untuk Jongwoon karena pria itu terus menarik tangannya dan dengan mudahnya mendorong gadis itu masuk ke dalam mobilnya.

“Yak! A—“

“Kau ini bisa diam tidak sih?!” bentak Jongwoon tiba-tiba memotong ucapan Taeyeon. Dalam sekejap gadis itu terdiam sambil memandang Jongwoon dengan matanya yang menyiratkan kekagetan dan ketakutan. Ditambah dengan wajah Jongwoon yang sama sekali tak bersahabat dan matanya yang melotot galak, memaksa Taeyeon untuk mengurungkan niat protesnya dan memilih untuk diam.

Jongwoon mengenakan seatbeltnya lalu menghidupkan mesin mobilnya. Sejenak ia menolehkan kepalanya pada gadis yang kini duduk dalam diam di sebelahnya. Gadis itu membuang muka, seperti memberi isyarat jika gadis itu tak ingin diajak berbicara. Namun bagi Jongwoon sikap gadis itu lebih nampak seperti gambaran betapa keterlaluan sikapnya pada gadis itu.

“Nona Jung.” Panggilnya dengan suara pelan, sungguh berbeda dengan bentakannya beberapa menit yang lalu. “Nona Sooyeon…”

Taeyeon yang baru sadar akan perannya sebagai Jung Sooyeon spontan menggerakkan lehernya berniat menoleh pada pria itu. Namun baru 90 derajat leher gadis itu bergerak ia berhasil dibuat mematung oleh wajah Jongwoon yang tiba-tiba saja sudah berada kurang dari 2cm di depan wajahnya. “A-Apa yang k-kau la—“

Baik Jongwoon maupun Taeyeon hanya terdiam. Tak ada kata-kata yang terucap namun mereka bisa mendengar deru nafas masing-masing dengan jelas. Untuk sesaat Taeyeon melupakan rasa marahnya dan sibuk mengatur detak jantungnya karena takut pria itu akan mendengarnya. Namun bukannya melambat, detak jantung Taeyeon justru semakin cepat ketika dengan perlahan Jongwoon semakin mencondongkan badannya membuat jarak wajah keduanya semakin berkurang. Dan tidak bisa Taeyeon pungkiri, kini otaknya sibuk berfantasi dengan cukup liar. Baru kencan buta pertama, dan pria ini sudah akan mengambil langkah sejauh ini?

Dalam sekejap, fantasi liar Taeyeon terpatahkan begitu saja ketika Jongwoon  justru mengulurkan tangannya untuk meraih seatbelt di samping Taeyeon  dan tidak melakukan apapun seperti yang ia bayangkan. Dan sekarang gadis itu sibuk berpikir, bagaimana caranya ia menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah karena perilaku pria itu padanya.

“Kau tidak sedang membayangkan yang macam-macam seperti aku menciummu kan?”

“M—mwo?!”

“Tidak usah mengelak, rona merah dipipimu menjelaskan semuanya.” Jelas pria itu santai kemudian mengemudikan mobilnya melintasi jalanan malam kota Seoul.

Benar-benar pria brengsek.

 

“Terimakasih tumpangannya, dan sesuai perkataanmu aku akan mengatakan kepada orang tua kita jika kita sama sekali tidak cocok. Dan aku harap kita tidak bertemu lagi Tuan Kim Jongwoon.” Taeyeon membungkukkan badannya sambil mengucapkan rasa terimakasihnya meskipun senyuman sinis masih melekat erat di bibirnya. Setidaknya ia masih memiliki sopan santun kepada orang yang mau memberinya tumpangan hingga kini ia sudah berada tepat di depan butik Tiffany, The Stephi. Tentunya setelah ia berusaha mati-matian menghalangi niat pria itu mengantarnya ke kediaman keluarga Jung.

Kening Jongwoon berkerut dan wajahnya nampak bingung. “Kau benar-benar akan melakukannya?”

“Tentu saja. Baru sekali aku bertemu denganmu, aku sudah muak!” ucapnya sarkatis.

Jongwoon mendecakkan lidahnya sambil menggidikkan bahu. “Terserah kau, asal orang tuamu mau saja mendengar semua penjelasanmu. Ngomong-ngomong, kau benar-benar tidak mau aku antar sampai rumah?”

“Membiarkanmu mengantarkan sampai rumah sehingga citramu nampak baik di mata orang tuaku? Tentu saja tidak!” Ucapnya tegas dan tanpa basa-basi langsung berbalik meninggalkan Jongwoon yang memadangnya heran dari dalam mobil. Hanya dalam waktu satu hari  Kim Taeyeon begitu pandai berakting. Sungguh prestasi baru!

-l-l-l-l-

“Kau beruntung aku belum menutup butik, bagaimana jika sudah aku tutup? Aku yakin kau akan pulang sambil menghentak-hentakkan kakimu karena kesal sambil menyumpah serapahiku.” Wanita bernama Tiffany itu menyodorkan Taeyeon sekaleng jus jeruk dan duduk di samping gadis itu. “Oh ya, kau tak pernah cerita padaku jika kau sedang mengencani seorang pria?” Tanyanya penasaran.

Taeyeon membuka kaleng jus jeruknya lalu menegak jus jeruk itu sampai habis hanya dalam beberapa tegakan. “Pria yang kukencani? Apa kau gila?”

“Bagaimana bisa kau mengataiku gila sementara aku jelas-jelas melihatmu turun dari sebuah mobil mewah dengan seorang pria yang duduk di kursi kemudi?”

Taeyeon meregangkan otot-ototnya yang entah mengapa terasa begitu lelah lalu menyandarkan punggunya pada sandaran sofa dan memejamkan kedua matanya. “Ah… pria itu maksudmu… dia bukan pria yang kukencani.”

Wanita bernama Tiffany itu nampak belum puas. Sambil terus memperhatikan Taeyeon, wanita itu memicingkan matanya penuh kecurigaan. “Gotjimal! Jelas-jelas aku melihatmu bersama pria itu beberapa menit yang lalu.”

“Kau memang melihatku dengan pria itu, tapi bukan berarti kami berkencan.”

“Lalu?”

Di tengah matanya yang terpejam, kini otak Taeyeon sibuk memikirkan berbagai alasan yang mungkin akan ia katakan pada sahabatnya itu. Benar-benar manusia yang merepotkan!

“Lalu?” ulang Tiffany sekali lagi.

“Aku bertemu dengannya di toko 24 jam di dekat JH Grup. Ia sedang membeli mi instant dan air putih. Ketika ia akan membayar, ia baru menyadari jika dompetnya tertinggal dan untung saja ia bertemu dengan manusia berhati baik sepertiku sehingga ia tak harus repot-repot menahan rasa malunya di hadapan kasir. Dan sebagai gantinya dia menawarkan tumpangan pulang.”

“Kau tidak sedang mengarang cerita kan? Sulit percaya jika pria yang mengendarai mobil mewah seperti itu mau membeli mie instant di toko 24 jam dan mau membalas budi dengan cara mengantarkan pulang menggunakan mobil mewahnya.” Tanya gadis itu penuh keraguan. Bagaimana cerita seperti itu bisa dengan mudah ia percaya? Sangat tidak masuk akal.

“Terserahmu. Bahkan asal kau tahu saja, dia membeli 3 cup mie instant.”

Tiffany memutar kepalanya dengan kesal. Ucapan sahabatnya itu menyadarkan betapa gadis itu tak ingin masalahnya dengan pria asing yang beberapa saat lalu ia lihat diungkap begitu saja. Tak perlu waktu yang lama, Tiffany langsung mengalihkan pembicaraan ketika sesuatu melintas begitu saja di otaknya.

“Ah, tadi ada yang menitipkan sesuatu untukmu, Taeyeon-ah.”

“Sesuatu?”

“Tunggu sebentar”  Ucap wanita itu lalau beranjak dari sofa dan berjalan meunju ruangannya. Tak sampai satu menit, wanita itu sudah keluar dari ruangannya dengan tas kotak-kotak yang sangat familiar untuknya. Tentu saja, itu adalah tasnya.

“Kau mengenal Jessica Jung? Tadi managernya datang membawakan tas ini untukmu atas permintaannya.” Jelas Tiffany sambil memberikan tas bermotif kotak-kotak itu pada Taeyeon yang menatap tasnya dengan tak percaya.

“Ia benar-benar mengembalikannya?”

“Mengembalikan? Aku tak mengerti apa yang kau ucapkan. Yang jelas managernya mengatakan jika sampai ada barangmu yang hilang kau boleh mengajukan protesmu padanya. Tapi kau belum menjelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?” Nampaknya gadis itu terlalu gemas menghadapi sahabatnya itu terlebih dengan rasa penasarannya yang tidak dapat ditoleransi lagi.

Tanpa memperdulikan pertanyaan Tiffany, tangan Taeyeon dengan lincah mengaduk-aduk isi tasnya, memastikan tidak ada satupun barangnya yang hilang. Melihat tingkah sahabatnya itu Tiffany hanya bisa berdecak dan berdeham cukup keras, meminta gadis itu untuk tidak mengacuhkannya.

“Tas kami tertukar ketika ia datang mengunjungimu kesini.” Kata Taeyeon dengan enteng sambil mengeluarkan sebuah gelang dengan bandul kupu-kupu yang menghiasi sekeliling gelang itu dan memandangnya sambil tersenyum puas.

“Eiy.. masih memikirkan pria itu? Cinta pertama masa kecilmu itu?” Goda Tiffany yang sukses membuat pipi Taeyeon bersemu merah dan tersenyum penuh arti.

Tanpa mengalihkan pandangannya dari gelang itu, Taeyeon nampak memikirkan sesuatu sambil menyunggingkan senyuman termanisnya. “Bagaimana aku bisa melupakan pria itu? Pria bernama Lee Donghae….”

-l-l-l-l-

“Eonni! Apa kau sadar? Kegilaanmu itu tak hanya berdampak buruk untukmu, tapi juga aku. Bagaimana bisa kau hanya memikirkan dirimu sendiri dan tak memikirkan orang lain seperti itu, Eonni?!” Teriak seorang gadis bernama Krystal Jung yang tidak bisa menahan dirinya untuk berteriak dengan kesal begitu ia dan kakaknya—Jessica memasuki mobilnya.

“Ya, aturlah emosimu, kau akan mengemudi kan? Aku tak mau mati begitu saja hanya karena emosimu yang meledak-ledak saat mengendarai mobil. Apa jadinya jika besok majalah dan surat kabar menulis ‘Jessica Jung dan adiknya mengalami kecelakaan mobil karena tidak bisa mengemudi dengan baik’?” Ucap gadis itu santai sambil memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya pada sandaran jok mobil tanpa rasa berdosa.

Gadis itu menggertakan giginya dengan geram, “Eonni! Aku serius! Kau tidak hanya membuat diriku terancam tapi juga mengahancurkan semua acara yang telah aku rencanakan jauh-jauh hari! Memangnya kau tak bisa pulang dengan taksi saja. Kau kan bukan bayi yang buta arah.”

Jessica membuka matanya dan menatap adiknya itu dengan kilatan api yang menghiasi matanya. Nampak sekali jika kuping gadis itu sudah terlalu bosan mendengar omelan yang selalu menghujaninya. “YA! Apa begitu sikapmu pada kakakmu sendiri? Mengucapkan kata-kata yang terdengar seperti sampah? Adik macam apa kau?!”  Ucapnya dengan suara yang datar namun terdengar begitu dingin dan menusuk. Dalam sekejap ucapan Jessica membuat Krystal nampak muram dan memilih untuk menghidupkan mesin mobilnya dalam diam.

“Aku yakin kau akan pergi ke Ministry of Sound London langgananmu itu kan?” Tebak Jessica yang memang pada kenyataannya sama sekali tidak salah. Hanya saja ucapan gadis itu terdengar menggantung sehingga  spontan Krystal menoleh padanya seolah memberi isyarat pada dirinya untuk melanjutkan ucapannya. “Aku tak keberatan jika kita kesana sekarang juga.”

Kini giliran Krystal yang menatap tajam ke arah Jessica dengan kedua alis yang saling bertautan.

“Tenang saja, aku tak akan mengganggu acaramu dengan teman-temanmu ataupun dengan kekasihmu Minhyuk itu.”

Krystal menggerak-gerakkan bibirnya dengan sebal. “Bukan pria itu yang akan aku temui, kami sudah berakhir. Aku sangat membenci sikapnya yang selalu menasehatiku bak kakek-kakek tua bangka. Lagipula aku sudah menemukan yang baru, pria dewasa dengan sejuta pesona.”

Jessica tersenyum sarkatis dengan suatu pemikiran yang tiba-tiba saja terlintas di otaknya, “Aku tahu kau adalah seorang gadis muda dengan title ‘Player’ yang hebat, tapi siapa yang bisa menjamin kau tak akan kembali dengan pria bernama Kang Minhyuk itu? Bahkan aku yakin kau tidak akan tahan untuk menolak pesona Minhyuk jika ia meneleponmu dan –“

Changkaman Eonnie,” Potong Krystal ketika ponselnya berdering. Ekspresi wajah gadis itu langsung berubah drastis dengan mata yang terbelalak dan tangannya yang menutup mulutnya yang menganga ketika membaca nama penelepon yang tertera di layar ponselnya. Sekilas ia melirik Jessica yang duduk di sebelahnya, dan kakaknya itu masih bertahan pada senyuman sarkatisnya dan balas menatapnya seolah berkata, ‘aku benar kan?’.

Gadis itu menggigit bibirnya lalu dengan ragu menggeser slide ponselnya.

Yeoboseyo, Minhyuk-ah.”

-l-l-l-l-

Sejauh mata memandang, kehidupan malam di sebuah klub bernama Ministry of Sound London itu seolah tak ada habisnya. Layaknya club malam pada umumnya, kita dapat menemukan suara musik yang mengentak-entak dan berbagai macam kegiatan manusia. Dari yang sedang asyik bercengkerama dengan minuman beralkohol di tangannya, yang sedang menari-nari mengikuti hentakan musik dengan cukup gila sampai beberapa pasangan yang melakukan berbagai macam adegan yang tak layak dipertontonkan. Sepertinya pemandangan seperti itu sudah sangat wajar bagi mereka yang biasa menikmati gemerlap kehidupan malam khususnya di Ministry of Sound Londonkarena pemandangan seperti itu dapat ditemukan di seluruh penjuru club bertingkat dua itu.

Ck~

Lee Donghae sudah berkali-kali mendecakkan lidahnya sambil melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah setengah jam ia menghabiskan waktu seorang diri untuk menunggu sosok yang sudah memiliki janji dengannya, namun sosok itu tak kunjung datang. Bahkan ia sudah menghabiskan dua gelas martini dan mau tak mau gelas itu harus rela jadi mainannya untuk mengusir rasa bosan yang sedari tadi menderanya meskipun ia sadar itu membuatnya terlihat begitu bodoh bak wanita yang baru saja dicampakan.

“Dia tak datang?” Benny—salah seorang bartender andalan Ministry of Sound Londonbertanya dengan nada bicara tak percaya. Ia memang sudah mengenal baik bartender berwajah ramah dengan mata birunya yang berseri itu, begitu pula sebaliknya. Donghae yang sedang memain-mainkan gelas kosong di tangannya pun terhenti sejenak.

“Entahlah… sepertinya aku sudah tidak tertarik dan tidak peduli lagi.”

“Wanita seperti apa lagi kali ini?”

Donghae mengangkat kepalanya hingga berhadapa dengan pria itu. “Salah satu dari gadis-gadis yang suka bergosip di sudut sana.” Ucapnya sambil menunjuk ke sudut ruangan yang dimaksudnya dengan dagunya.

Benny membulatkan matanya kaget lalu menggelengkan kepalanya tak habis pikir. “Gadis-gadis SMA itu?” Tanyanya dan dibalas oleh anggukan kecil oleh donghae.

“Dimana wanita-wanita seksi dan menggodamu itu? Aku rasa gadis SMA polos sama sekali bukan tipemu.”

“Kau tidak bisa mengatainya polos jika mereka selalu mengenakan pakaian seksi dan glamour seperti itu. Lagipula sedikit merubah tipe bukanlah masalah besar.” Ucap Donghae terdengar ketus.

“Jadi, bagaimana akhirnya? Playboy kelas expert sepertimu dicampakkan oleh anak kecil?”

Mendengar pertanyaan Benny yang terdengar seperti sindiran itu, Donghae hanya menatapnya sambil tersenyum sinis dan berkata, “Ternyata anak kecil memang tak bisa dipercaya.”

Jessica meletakkan tangannya dibawah keran wastafel dan membiarkan air yang secara otomatis keluar dari keran itu membasahi tangannya. Setelah Krytsal memutuskan untuk kembali pada kekasihnya, Jessica meminta Krystal untuk menurunkannya di Ministry of Sound Londonsementara adiknya itu pergi menemui kekasihnya. Gadis itu tersenyum pahit. Andai saja masalah percintaannya semudah dan seindah adiknya, tentu hidupnya tak akan semenyedihkan ini dan  ia tak akan memutuskan untuk pergi ke tempat ini untuk melepas penatnya.

Begitu melangkah keluar dari toilet, Jessica tak bisa menghentikan otaknya untuk memikirkan kejadian malam itu dan berjalan dengan tatapan kosong bak tubuh yang baru saja ditinggal nyawanya. Malam dimana ia memergoki kekasihnya—Ok Taecyeon— tengah bercumbu bersama seorang wanita Asia yang asing baginya. Meskipun wanita itu nampak asing untuknya, sama sekali tak terlintas di pikirannya untuk mencari tahu tentang wanita itu. Sepertinya lebih baik ia tetap tidak mengetahui dan tidak mengenal wanita itu, ia terlalu enggan untuk menyakiti hatinya dengan sekedar mencari tahu nama wanita yang sudah membuat hidupnya kacau seperti ini.

Dan hatinya semakin menjadi gusar ketika otaknya mengingat kejadian yang beberapa hari yang lalu terjadi di Korea. Bagaimana bisa ia memiliki orang tua dengan pemikiran kuno seperti itu. Perjodohan? Yang benar saja! Ia adalah wanita yang selalu dicap sempurna oleh orang-orang di sekitarnya. Apa jadinya jika julukan ‘sempurna’ untuknya hilang begitu saja tergantikan oleh julukan ‘tak laku’ hanya karena sebuah pernikahan yang diautur oleh orang tuanya? Terlebih membayangkan betapa mengerikannya pria itu. Terlalu mengerikan!

Nyawa Jessica baru nampak kembali ke tubuhnya ketika langkahnya terasa berat dan matanya terasa panas mendapati pemandangan yang tersuguhkan dihadapannya. Dalam radius 5 meter, ia bisa melihat dengan jelas pria itu, pria yang baru saja ia pikirkan beberapa menit yang lalu. Pria bernama Ok Taecyeon itu tengah melingkarkan tangannya pada pinggang wanita yang sama dengan wanita yang ia lihat malam itu. Dan hati Jessica berubah panas ketika matanya bertemu dengan tatapan tanpa rasa bersalah dan senyuman mengejek  pria itu. Tanpa Jessica sadari, langkahnya terhenti tepat di depan pintu toilet pria dan membiarkan dirinya mematung sembari menatap nanar pemandangan di hadapannya.

Pintu toilet di samping Jessica terbuka. Seorang pria yang masih memegang pintu itu mengehentikan langkahnya  dan dengan heran menatap Jessica yang mematung dengan mata yang nampak memerah dan berkaca-kaca. Merasa diperhatikan, Jessica balas menatap pria itu namun dengan cara berbeda. Ia menatap pria itu dengan tatapan kosong yang terlalu sulit untuk diartikan.

Sorry miss, but you block the way. Can you—

Belum sempat pria itu menyelesaikan ucapannya, Jessica sudah berhasil membuat pria itu bungkam dengan menarik kerah kemeja pria itu menempelkan bibirnya pada bibir pria itu. Pria itu tak sempat mengajukan protes ataupun umpatan-umpatan kesalnya karena dengan cepat Jessica melingkarkan tangannya di leher pria itu, mendorongnya ke tembok dan memperdalam ciumannya seperti seorang wanita agresif. Dan entah karena apa, pada akhirnya pria itu hanya pasrah dan terbawa suasana hingga melingkarkan tangannya di pinggang Jessica dan mengikuti alur ciuman gadis itu. Ciuman kedua orang asing itu berlangsung cukup lama sampai suara dehaman seorang pria menginterupsi kegiatan panas keduanya.

“Aku tidak tahu semenjak kita putus kau jadi lebih agresif dan tak tahu malu seperti ini.”

Jessica melepaskan ciumannya lalu mengusap sisa air liur yang masih menempel di dekat bibirnya. Dengan rasa percaya diri yang entah datang dari mana, Jessica berhadapan dengan pria itu dengan senyuman sarkatis yang nampak sangat cocok tersungging di bibirnya.

“Memang kau saja yang boleh bersenang-senang dengan pasangan baru?”

“Kau bersenang-senang seperti sedang melakukan pelampiasan, begitu ya caramu bersenang-senang dan membuat dirimu berhenti menangis?”

“It’s none of your business, Mr. Ok.” Ucap gadis itu tajam, berusaha menahan dirinya untuk tidak terjatuh begitu saja di atas lantai dan kembali menangis.

“Allright, see you later Mrs. Jung. Have fun with your new boyfriend.” Masih dengan entengnya pria itu mengucapkan kalimat perpisahan yang entah bagaimana terdengar seperti ‘kau kalah Nona Jung’ di telinga Jessica. Begitu Ok Tacyeon berlalu dari hadapannya, Jessica benar-benar tidak bisa menahan dirinya untuk tetap berlaga tegar dan membiarkan cairan bening dan hangat keluar dari matanya membasahi pipinya. Dan tanpa memperdulikan sosok yang sedari tadi memperhatikannya, Jessica pergi begitu saja menuju ruang utama club. Sepertinya ia akan berakhir dalam keadaan mabuk malam ini.

-l-l-l-l-

Dengan malas dan kepala yang masih terasa pening akibat mabuk,  Jessica membuka matanya seiring dengan sinar matahari yang menggelitik kulitnya. Sambil mengumpulkan kesadarannya, ia mencoba meregangkan otot-ototnya sampai ia merasakan ada sesuatu yang menghalangi pergerakannya dan secara otomatis membuat kesadarannya terkumpul sedkit demi sedikit. Jessica mencoba duduk dan berpikir dengan kesadaran yang sepenuhnya terkumpul.  Ia memandangi ruangan tempatnya berada, ruangan bernuansa hitam putih yang nampak asing untuknya. Dimana aku berada sekarang?

“Sudah bangun?”

Gosh! Suara seorang pria sukses membuat tubuh Jessica menegang dan berseru di dalam otaknya. Dengan takut ia menoleh ke sampingnya, tepatnya pada pria berwajah Asia yang berbaring di sampingnya dengan mata terpejam dan dalam keadaan bertelanjang dada. Tunggu, bertelanjang dada? Oh My… apa yang pria ini lakukan padaku?!

“Kau orang Korea? Eh, bukan… maksudku siapa kau?!” pekik Jessica sambil menggeser posisi duduknya, mundur dan mencoba menjaga jarak dengan pria asing di sampingnya. Pria asing itu kemudian bangun dan menatapnya lekat-lekat.

“Kau melupakanku?”

Melupakan? Dari ribuan manusia yang pernah aku temui, aku tidak pernah ingat pernah bertemu dengannya. Lagipula aku tak memiliki alasan untuk mengingat orang-orang tidak penting sepertinya.

“Sepertinya kau memang tidak ingat.” Ucap pria itu menjawab pertanyaannya sambil menganggukan kepalanya. Nah itu dia tahu.

Tanpa berbasa basi dan tentunya tanpa diduga Jessica, pria itu mendekat ke arahnya, sedikit membungkukan badannya hingga wajahnya tepat berhadapan dengan Jessica.

“Apa sesulit itu mengingatku?  Bagaimana jika aku membuatmu ingat?” Ucap pria itu retoris. Dan belum sempat Jessica membiarkan otaknya berpikir apa yang akan dilakukan oleh pria dihadapannya, pria itu sudah lebih dulu semakin menjulurkan tubuhnya lalu menarik dagu Jessica dengan lembut dan mendaratkan ciuman kilat disana. Tunggu! Dia… menciumku?!

“Bagaimana bisa kau mencium seorang pria dengan tiba-tiba dan melupakannya begitu saja? Nona Jessica Jung.” Jessica Jung? Darimana ia tahu namaku? Dan apa tadi ia bilang? Mencium? Apa mak—jangan katakan jika….

Donghae tertawa kecil melihat Jessica yang nampak berpikir keras. Wanita itu belum mengeluarkan rentetan kalimat protesnya ataupun merespon pertanyaan Donghae, namun Donghae yakin gadis itu mengingat sesuatu.

“Jadi sudah ingat?” Jessica mengangguk kecil sambil menggigit bibir bawahnya.

Wajah Jessica nampak memerah. Entah itu karena rasa malu atau amarah yang begitu saja meledak di dalam benaknya. Dan tanpa memperdulikan apa yang telah terjadi, gadis itu langsung membentak marah. “Kau… berani-beraninya kau…”

“Menciummu? Bukankah kita setimpal sekarang? Aku saja merelakan bibirku kau cium sebagai bahan pelarian, jadi kita impas kan.” Ujar Donghae santai masih dengan wajahnya yang hanya terletak beberapa senti dari wajah Jessica. Dengan jarak sedekat ini, ia bisa memperhatikan wajah gadis itu dengan puas dan seolah terlalu sayang jika dilewatkan.

Jessica membeku di tempatnya sembari merutuki kebodohannya.  Bagaimana ia bisa sembarangan mencium seorang pria? Ah tentu saja pria brengsek bernama Ok Taecyeon itu alasannya.

“Tapi, kau belum menjawab pertanyaanku Tuan. Darimana kau tahu namaku dan a—apa yang telah kau lakukan padaku?!” Hanya dalam waktu beberapa detik, Jessica mampu merubah suaranya hingga naik beberapa oktaf. Meskipun ini berawal dari kesalahannya, bukan berarti pria dihadapannya ini bisa berbuat seenaknya saja!

“Benny yang memberitahuku. Ia juga memberitahuku kalau kau adalah super model yang sering muncul di majalah fashion internasional. Tapi sayang aku bukan penikmat fashion dan  salahkan ia karena memaksaku untuk membawamu pulang setelah kau tidak sadarkan diri karena nekat meminum Vodka.” Jelas Donghae sambil sedikit menjauhkan tubuhnya dari Jessica sementara gadis itu mengangguk dengan tidak yakin. Namun di tengah anggukannya, wajah gadis itu nampak belum puas karena Donghae belum menjawab pertanyaan keduanya. Melihat ekpresi gadis itu, Donghae tertawa geli bersamaan dengan otaknya yang memutar ulang kejadian tadi malam.

“Untuk pertanyaanmu yang kedua, harus aku akui sayang sekali aku belum sempat melakukan apapun pada tubuhmu. Bagaimana bisa aku melakukan sesuatu jika kau sudah lebih dulu muntah diatas kemejaku? Ketika aku hendak mengambil baju ganti, dengan agresifnya kau menarikku hingga kita jatuh di atas tempat tidur dan kau sama sekali tidak melepasku hingga kita tertidur diatas satu ranjang semalaman. Aku berani jamin aku belum melakukan apapun padamu, lihat saja bajumu yang masih lengkap”

Seharusnya Jessica bisa bernapas lega  setelah mengetahui tak ada yang terjadi diantara dirinya dan pria itu. Namun ucapan pria itu justru membuat wajahnya kembali berubah merah padam karena perasaan malu dan amarah yang kembali membuncah di benaknya.  Ia pun memilih untuk menundukkan kepalanya, untuk menyembunyikan amarahnya dan tentunya rasa malunya.  Sungguh terlalu memalukan baginya untuk bertatap muka dengan pria itu setelah semua kejadian yang telah terjadi. Dan seolah bisa membaca pikiran Jessica, Donghae memilih beranjak dari tempat tidur dan mengenakan bathrobe yang terlipat rapi di atas meja.

“Takdir memang aneh ya, hanya dalam waktu semalam banyak sekali keadaan yang terjadi. Kau mengerti maksudku kan?” Ucapnya sambil celingukan mencari sesuatu. Jessica sangat mengerti kalimat yang pria itu ucapkan, tentu saja yang pria itu maksud begitu banyak hal yang terjadi diantara dirinya dengan pria itu hanya dalam kurun waktu semalam.

“Oh ya semalam kau membawa ponselmu?” Tanya pria itu dan dibalas anggukan kecil oleh Jessica. “Dimana kau menaruhnya?”

Jessica menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. “Aku menaruhnya di dalam tas, memang ada perlu apa kau dengan ponselku?” Tanya wanita itu dingin dan terdengar sedikit kasar. Rupanya Jessica Jung telah kembali pada karakter aslinya.

 Tanpa memperdulikan pertanyaan gadis itu, Donghae langsung meraih tas Jessica yang ia letakkan diatas nakas dan mengambil ponsel dari dalam tas itu. Dengan gerakan cepat, pria itu nampak sedang mengutak-atik ponsel Jessica dan beberapa detik kemudian terdengar dering ponsel lain yang terdengar tak lebih dari 3 detik.

“Biasanya wanita suka berpikir yang macam-macam dan biasanya aku tidak suka memberikan nomor teleponku pada wanita-wanita yang kukencani ataupun orang-orang asing. Anggap saja ini adalah jaminan untukmu jika aku memang tidak melakukan apapun padamu. Kau boleh menghubungiku jika sampai terjadi sesuatu padamu dan kau mencurigaiku.” Ucap pria itu sambil melemparkan ponsel Jessica dan membuat gadis itu dengan spontan mengangkat tangannya untuk menangkap ponselnya. Dan belum sempat Jessica berucap apa-apa, pria itu sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi dengan cukup keras.

Jessica mendesis sebal dan mengumpati sikap pria itu. Sekilas ia menoleh pada ponselnya dan membaca kontak yang pria itu masukkan beberapa saat yang lalu.

“Lee Donghae?” Jadi namanya adalah Lee Donghae. Lee Donghae brengsek!

Tanpa sedikitpun terbesit dipikirannya untuk berpamitan ataupun bersikap manis, Jessica memilih untuk pergi dari gedung apartment itu. Dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di otaknya, ia hanya berjalan dengan langkah yang sengaja ia lebarkan sambil mengucapkan berbagai sumpah serapah untuk pria bernama Lee Donghae. Cukup jauh berjalan, akhirnya gadis itu memilih untuk berhenti dan bermaksud untuk memanggil taksi. Namun baru saja ia berniat untuk merentangkan tangannya untuk memanggil taksi, tiba-tiba saja seseorang menutup matanya dari belakang dan mencengkeram kedua tangannya. Dan beberapa detik kemudian, ia bisa merasakan bau menyengat yang menusuk hidungnya hingga ia tak sadarkan diri.

-l-l-l-l-

Derit engsel pintu yang berasal dari pintu kamar Jessica sama sekali tidak ampuh menggoyahkan pendirian Jessica untuk sekedar mengubah posisi tubuhnya yang  sedang meringkuk degan malas di atas kasur. Krystal yang berdiri di depan pintu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan heran lalu beranjak mendekati kakaknya itu.

Eonnie, tidak bisakah kau bersikap layaknya manusia hidup? Sudah dua minggu sejak kejadian itu kau hanya menghabiskan hari-harimu dengan makan tiga kali sehari bak seekor hewan. Ya! Mengapa Eonnie tidak pernah mendengarkanku?!” Krystal yang sedari tadi mengomel panjang lebar pada akhirnya hanya bisa mengacak rambutnya dengan kesal melihat tingkah kakaknya yang menurutnya itu sangat terlalu.

Dengan malas gadis itu melangkah mendekati ranjang kakaknya lalu menghempaskan tubuhnya tepat di samping Jessica. Matanya menerawang pada langit-langit kamar dan otaknya sibuk memikirkan hari dimana kakaknya dibawa ke apartment tempat mereka tinggal dalam keadaan dibius oleh orang-orang suruhan ayahnya dan tentunya hari esoknya, ketika ia dengan sangat terpaksa harus pulang ke Korea bersama sang kakak dengan pengawalan super ketat. Itu semua belum termasuk omelan dan ucapan-ucapan pedas dari sang ayah yang seharusnya tidak ditujukkan padanya ketika ia dan kakaknya baru saja melangkah memasuki kediaman keluarganya.

“Coba saja  Eonnie tidak membuat masalah saat itu, orang-orang Appa tidak akan menyeret kita pulang ke Korea dan aku bisa menjalankan kehidupan normalku di London sebagaimana mestinya.” Lirihnya putus asa.

Jessica membuka matanya dan memutar posisi tubuhnya hingga ia juga menatap langit-langit kamarnya. “Bukankah kehidupan siswa di London dan Korea sama saja? Kau sama-sama mendapat ilmu dan membawa buku sekolah. Kau juga memiliki teman disini.” Ucapnya yang berhasil mengundang Krystal untuk menghujaninya tatapan tajam. “Baiklah, aku minta maaf….”

“Jangan membuat masalah lagi eonnie, Yunho Oppa juga sudah mewanti-wantiku untuk mengawasimu.”

“Kau sudah mengucapkannya hingga lebih dari seratus kali sejak kita pulang ke Korea.”

“Tentu saja aku tidak akan pernah bosan mengingatkanmu terlebih sebelum aku memberitahumu sesuatu yang sangat penting.” Jessica nampak mengantisipasi ucapan yang mungkin akan keluar dari mulut adiknya itu dan memandangnya dengan penuh rasa penasaran. Krystal yang menyadari tatapan kakaknya seketika berubah kikuk lalu menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. “Bersiap-siaplah, berpakaian dan berdandan yang cantik karena…”

“Karena?”

“Ayah mengundang keluarga calon tunanganmu untuk makan malam bersama malam ini. Katanya untuk membahas rencana pertunanganmu dan tentunya mempertemukanmu dengan calon tunanganmu setelah kau mengacaukan semuanya.”

Mwo?! Apa-apaan ini?” Teriak Jessica kembali tak terima lalu bangun dari posisi tidurnya. Melihat kelakuan kakaknya itu, Krystal segera bangun dan menggenggam kedua tangan kakanya itu penuh harap.

Eonnie, aku mohon sekali ini saja. Turuti permintaan Ayah atau aku akan terkena imbasnya lagi. Jebal…”

Jessica meniup poninya dengan sebal dan mendegus kesal. Beberapa detik kemudian, gadis itu kembali menguasai emosinya dan menghela nafas panjang. “Arata. Kau puas sekarang?”

Krystal tersenyum riang lalu dengan cepat memeluk kakaknya itu dengan erat. “Gomawo Eonnie.” Ucapnya dengan penuh perasaan lega, sungguh berbeda dengan Jessica yang sepertinya semakin kehilangan semangat hidupnya.

“Oh ya Eonnie, sepertinya acara ini penting sekali ya. Bahkan aku dengar tuan Lee dengan eksklusif meminta kedua adik calon tunanganmu itu untuk pulang dari luar negeri untuk ikut acara makan malam ini.”

Mwo? Benarkah?”

-l-l-l-l-

Perbincangan  kedua keluarga itu sudah berlangsung sekitar setengah jam, bahkan appetizer yang tersaji di hadapan setiap orang di meja itu sudah nyaris habis dan itu semakin membuat Nona Jung cemas. Bagaimana tidak? Sudah selama ini namun putri keduanya itu sama sekali belum menampakan batang hidungnya. Belum lagi suaminya yang selalu mencari-cari kesempatan untuk memandangnya dengan cukup mengerikan seolah berkata ‘dimana putri pengacau itu’. Karena bagaimanapun juga, nasib banyak orang serta nasib perusahaan  dipertaruhkan di ruang makan ini.

“Yunho-ya, bisa kau cari kedua adikmu itu? Katakan jika keluarga Lee sudah datang.”

“Tidak perlu Eomma, aku disini.”

Jessica yang nampak anggun dengan mini gown berwarna Pink Granitenya berdiri di ambang pintu dengan penampilannya yang nampak begitu sempurna. Di sebelahnya, sang adik dengan setia mengamit lengan kakaknya  sambil sesekali mencuri pandang untuk mengintip kedua punggung pria yang duduk membelaki dirinya dan kakaknya.

Begitu suara Jessica terdengar di ruangan itu, kedua anggota keluarga itu sontak menolehkan kepalanya pada Jessica yang tengah tersenyum manisnya, tak terkecuali kedua pria itu. Namun belum lama Jessica memamerkan senyuman terindahnya, senyuman itu sudah tergantikan dengan ekspresi terkejut dan tak percaya ketika matanya menangkap seorang pria yang sama sekali tidak asing untuknya. Tidak hanya dirinya yang nampak terkejut, Krystal beserta kedua pria itu juga memasang wajah tak percaya. Hanya saja dengan pikiran yang berbeda-beda.

“Mengapa masih berdiri disana, ayo duduk.” Ucap Nona Jung tiba-tiba yang sukses memecahkan lamunan keempat manusia itu.

Dengan ragu, Jessica berjalan mendekati meja dan duduk di sebuah kursi yang tepat berhadapan dengan seorang yang memiliki tatapan tajam dengan mata hitamnya. Ia sadar betul, pasti pria itu menatapnya marah karena Jung Sooyeon yang kini duduk di hadapannya bukanlah Jung Sooyeon yang sama dengan yang ia ajak kencan buta beberapa waktu lalu. Tapi itu semua tak terlalu mengusik Jessica. Justru yang sangat mengusiknya adalah seorang pria yang duduk di sebalah pria itu dan Jessica sendiri yakin dirinya masih ingat betul dengan pria itu. Sementara tidak jauh berbeda dengan dirinya, Krystal hanya menggigit bibirnya takut ketika dengan terpaksa ia harus duduk berhadapan dengan seorang pria yang merupakan salah satu korban sifat player-nya. Tentu saja pria itu adalah pria yang batal ia temui setelah memutuskan untuk kembali pada kekasihnya. Ya pria itu adalah Lee Donghae.

“Jongwoon, bukankah kalian sudah pernah bertemu sebelumnya dalam acara kencan buta? Kau tentu tidak melupakan Sooyeon-ie kan?” Ucap Tuan Lee tiba-tiba membuat jantung seluruh anggota keluarga Jung seperti behenti berdetak untuk beberapa saat.

Pria bernama Jongwoon itu tersenyum masam dan Jessica sadar betul pria itu sedang menyembunyikan amarahnya dan memaksakan dirinya untuk tersenyum walau pada kenyataanya Jessica sadar senyuman pria itu sungguh palsu.

“Bagaimana bisa aku melupakan calon tunanganku sendiri Abeoji, terlebih acaran kencan malam itu ‘sangat berkesan’.” Jawab pria itu datar namun berhasil membuat seluruh anggota keluarga Jung mengucapkan terimakasih di dalam benaknya dan merasa berhutang kepada pria itu. Sementara keluarga Lee yang mendengarnya tersenyum senang kecuali pria yang duduk di sebelah Jongwoon.

“Sooyeon-ie, perkenalkan Donghae dan Sunkyu, adik Jongwoon.” Tambah Nyonya Lee sambil menunjuk kepada kedua anaknya. “Ah aku dengar kalian tinggal di London. Donghae juga tinggal di London. Apa kalian pernah bertemu sebelumnya.”

“London tak sebesar yang Eomma kira.” Ucap Donghae dengan suara yang kecil namun berhasil mengundang tatapan tajam kedua gadis bermarga Jung itu. “Bagaimana mungkin aku tak mengetahui super model bernama Jessica Jung yang rajin menghiasi majalah fashion dunia?”

“Ah benar, kami lupa memberitahumu jika nama Inggris Sooyeon adalah Jessica, Jongwoon-ssi. Kau juga boleh memanggilnya seperti itu karena sejak kecil ia memang dipanggil begitu meskipun kami sendiri sebagai keluarga masih menyembunyikan identitas Jessica Jung sebagai Jung Sooyeon, putri pewaris Hanjin Group.” Jelas Tuan Jung dengan cepat, takut jika terjadi kesalah pahaman diantara mereka. Sementara Jongwoon hanya mengannguk dan tersenyum kecil walau di dalam hatinya ada perasaan tak terima yang terlalu besar.

-l-l-l-l-

“Kau benar-benar akan bertunangan dengannya Hyung?”

Donghae yang sedari tadi tak bisa menahan rasa penasarannya, tanpa berbasa-basi langsung masuk ke ruang kerja kakaknya dan tanpa basa-basi menanyakan hal yang sedari tadi berputar di otaknya.

“Ya, kau pulang jauh-jauh dari London dan mengikuti acara makan malam itu hanya untuk bertanya hal itu? Bukankah kau seharusnya tetap berada di posisimu, mentertawakan perjaka tua yang belum laku?” Ucap Jongwoon datar sambil membolak-balikkan berkas lamaran calon sekretarisnya yang memang sengaja ia bawa pulang untuk dibaca di rumah.

“Entahlah, semua itu sudah tak lucu lagi bagiku. Jadi kau benar-benar akan bertunangan dengannya?”

“Apakah aku memiliki pilihan lain?” Tanyanya balik sambil tetap terfokus pada berkas-berkasnya. “Lagipula aku heran, tumben sekali kau tertarik dengan masalahku. Apa kau takut calon istriku itu jauh lebih cantik dari wanita-wanita di waiting list-mu itu?

“T—Tapi bukankah kau—“

“Donghae-ya.” Ucap Jongwoon dengan suara dingin dan tegasnya memutus ucapan adiknya itu. “Pergilah, atau paling tidak tahan mulutmu itu untuk tidak merecokiku. Aku tidak bisa meladeni rasa penasaranmu itu sementara aku masih memiliki setumpuk berkas yang harus aku baca untuk interview beberapa hari lagi. Kau mengerti kan?”

Donghae tersenyum masam menanggapi sikap Jongwoon yang sama sekali tak ingin diganggu. Dengan malas ia duduk pada salah satu kursi di hadapan Jongwoon dan mengambil salah satu map berisikan lamaran pekerjaan.

“Ini calon sekretarismu yang keberapa? Kurangi sifat over perfectionist-mu itu Hyung. Itu sama saja kau menyusahkan dirimu sendiri.”

“Entahlah, aku tak mau bersusah-susah menghitungnya.” Jawabnya seadanya dengan nada bicara yang masih tak jauh berbeda. Malas.

“Aku tak percaya ada seseorang lulusan Business Management mau melamar menjadi seorang sekretaris. Dan hey! Wanita ini lulusan universitas unggulan di Seoul. Ck~” Seru Donghae ketika membuka berkas salah seorang pelamar di tangannya dengan heran. Tingkahnya itu tanpa sadar   sukses mengambil perhatian Jongwoon yang duduk di depannya.

“Berkas siapa itu?” Tanyanya sedikit tertarik.

“Aku tak mengenalnya, yang jelas di sini tertulis namanya adalah Kim Taeyeon.”

“Coba berikan padaku.”Pintanya yang langsung dibalas dengan memberikan berkas itu oleh Donghae.

Awalnya pria itu membaca dengan seksama tulisan demi tulisan mengenai riwayat wanita pelamar itu dengan antusias dan rasa antusiasnya itu berubah menjadi suatu keterkejutan ketika matanya berhenti pada foto yang tertempel di kertas itu. Foto seorang gadis yang sama sekali tak asing untuknya dan ia yakin sekali sedikitpun belum melupakan gadis itu.

Gadis ini. Ya aku tak salah. Dia adalah gadis itu!

“Apa ada yang salah Hyung?” Tanya Donghae yang kembali penasaran. Hanya saja kali ini ia merasa penasaran dengan ekspresi Jongwoon yang seketika berubah.

Tanpa memperdulikan pertanyaan Donghae, Jongwoon langsung meraih ponselnya, mencari nomor seseorang dan menempelkannya ke telinga setelah menyentuh lambang dial di ponselnya. Untuk beberapa saat ia nampak tak sabaran seiring dengan nada tunggu yang menyapa telinganya,  berharap orang yang ia hubungi segera mengangkatnya.

“Ryeowook-ah,” Panggilnya sedikit berteriak setelah orang yang dihubunginya mengangkat telepon.

“Ada apa Hyung? Apa ada masalah?”

“Soal sekretaris baruku,”

“Sekretaris? Apa diantara lamaran-lamaran itu tak ada yang memenuhi kriteriamu?” Tanya pria itu terdengar khawatir.

Ani, hanya saja aku ingin mengatakan batalkan acara interview yang akan kita adakan lusa.” Ucap Jongwoon yang sukses membuat pria bernama Ryeowook itu terkejut. Bahkan Donghae yang duduk di hadapannya menautkan kedua alisnya heran.

“T—tapi, wae Hyung?”

“Aku tak mau membuang-buang waktu hanya untuk sebuah acara interview. Di antara pelamar-pelamar ini aku sudah menentukan orang yang kupilih sebagai sekretarisku.”

“T—tapi Hyung,”

“Tak ada tapi-tapian, besok aku akan memberikan berkas pelamar ini padamu dan kau hubungi wanita ini untuk menandatangani kontrak kerja sesegera mungkin. Arasso?”

Ryeowook yang sadar dengan tabiat Jongwoon hanya menghela napas panjang. “Arasso, akan aku hubungi besok. Apa ada lagi Hyung?”

“Tidak, itu saja. Gomawo dan annnyeong~.”

Ne, annyeong ~”

Jongwoon memutuskan sambungan dan menjauhkan ponselnya dengan senyuman puas di bibirnya. Donghae yang sedari tadi memperhatikan gelagat kakaknya itu akhirnya melirik sekilas lamaran yang ia tadi berikan kepada Jongwoon dan menggelengkan kepalanya dengan perasaan heran dan geli. Sejak kapan sifat perfeksionisnya dengan mudah tergantikan dengan sifat kekanakan hanya karena seorang wanita di surat lamaran. Apa perjaka tua ini mulai tertarik dengan seorang wanita?

Sementara itu, Jongwoon yang belum bisa menghapuskan senyumannya kembali memandang foto berkas lamaran itu. Sedikit balas dendam untuk seorang penipu. Tak salah bukan?

-l-l-l-l-

“MWO?! Diterima? Apa anda sedang bercanda?” Pekik Taeyeon kaget ketika salah seorang yang mengaku sebagai asisten CEO JH Group bernama Kim Ryeowook meneleponnya dan mengatakan dirinya  diterima sebagai sekretaris itu. Memang ia senang, tapi tidakkah itu sedikit bahkan sangat aneh?

“Kim Ryewook-ssi, bukannya aku tak percaya. Tapi bukankah masih ada beberapa prosedur yang harus dilalui, misalnya saja interview. Apa kau yakin aku benar-benar di terima, padahal aku menjalani interview saja belum.”

“Err… untuk masalah itu… Lee Sajangnim mengatakan tidak akan sempat melakukan interview karena ada begitu banyak masalah yang harus segera mendapat penanganan khususnya, pembahasan kerja sama dengan beberapa perusahaan. Jadi ia tak mau membuang-buang waktu dan setelah melihat riwayat pekerjaanmu yang menurutnya memenuhi kriteria, tanpa berpikir panjang ia memilihmu.”

“Ah begitu rupanya. Baiklah kapan aku bisa mulai bekerja di sana?”

“Senin ini datanglah ke kantor. Sajangnim memintamu untuk  menandatangani kontrak kerja dan langsung bekerja disini. Kau bisa kan?”

“Ah tentu saja aku bisa.”

“Baiklah, sampai jumpa Senin nanti.”

Begitu sambungan terputus, dengan segera Taeyeon berlari menghampiri Tiffany yang sedari tadi sibuk dengan sketsanya. Dan tanpa berbasa basi sedikitpun, gadis itu langsung memeluk sahabatnya dengan erat.

“Miyoung-ah, gomawo~”

“Ya, sesak! Cepat lepaskan aku!” Rintihnya karena memang pelukan Taeyeon yang terlalu erat dan membuatnya sesak. Mendengar keluhan sahabatnya itu, Taeyeon pun menurut dan langsung duduk di samping Tiffany.

“Hm, baiklah. Kau berterimakasih untuk apa tadi?”

“Tadi JH Group meneleponku. Dan tanpa harus menjalani interview, aku bisa mulai bekerja senin ini.” Jelasnya yang langsung di sambut dengan ekspresi menganga dan terbelalak oleh Tiffany.

“Kau serius?” Tanya wanita itu lagi dengan ekspresi tak percaya dan kini dibalas anggukan oleh Taeyeon.

“Kyaaa!!!!! Kau memang hebat Taeyeon-ah!” Teriaknya dan langsung memeluk sahabatnya itu tak kalah erat dengan yang dilakukan Taeyeon beberapa saat yang lalu.

-l-l-l-l-

Dengan mantap Taeyeon menggoreskan pena membentuk tanda tangannya di atas kertas putih yang berisikan kontrak kerjanya dengan JH Group untuk 2 tahun ke depan. Senyuman bahagia masih menghias bibirnya dan semua itu semakin di percantik dengan dandanan sederhana dan setelan kerjanya yang secara ekslusif dipilihkan oleh sahabatnya, Tiffany.  Setelan kerjanya itu sangat pas di tubuhnya dan tentunya sangat cocok untuknya. Tentu saja, itu adalah pilihan seorang designer yang kemampuannya tak usah diragukan lagi.

Begitu Taeyeon selesai menandatangani surat kontrak itu, Ryeowook yang sedari tadi berdiri di sampingnya mengambil surat itu dan tersenyum ramah kepada Taeyeon. “Selamat datang Taeyeon-ssi. Aku harap kau bisa bekerja sama dengan Lee Sajangnim. Satu saranku, kau hanya perlu mental sekuat baja dan kesabaran yang tinggi untuk menghadapi atasan kita itu selama dua tahun ke depan. Dan sepertinya Lee Sajangnim sangat mempercayakan kemampuanmu karena ini pertama kalinya ia meminta seorang sekretarisnya untuk menandatangani kontrak kerja.” Jelas Ryewook panjang lebar dan hanya dibalas anggukan paham dan senyuman oleh Taeyeon.

Sajangnim akan datang beberapa menit lagi. Sambil menunggunya kau bisa menata mejamu. Jika kau memiliki kesulitan, kau boleh datang ke ruanganku. Aku ada di ruang  Human Resources Manager satu lantai dibawah lantai ini. Kau mengerti kan?”

“Tentu saja aku mengerti Kim Ryeowook-ssi. Terimakasih sudah memberiku banyak petunjuk.” Balasnya sambil membungkukkan badan Sembilan puluh derajat tanpa melepaskan senyumannya.

“Baiklah aku pergi dulu. Sampai jumpa Taeyeon-ssi.”

 Begitu pria berperawakan pendek itu pergi dari hadapannya, Taeyeon duduk di kursinya sambil memandangi meja kerjanya. Sulit dipercaya jiak saat ini ia adalah seorang sekretaris CEO JH Group yang begitu diagungkan seantero Korea. Sambil memperhatikan mejanya dengan seksama, sesekali ia mengatur nafasnya. Kini jantungnya berdegup cukup kencang lantaran memikirkan bagaimana sifat atasannya nanti, apakah ia bisa menjadi sekretaris yang baik ataupun bagaimana reaksi atasasnnya itu terhadap hasil kerjanya. Memikirkan semua itu membuat perutnya mulas dan degup jantungnya semakin cepat.

Dan seolah mengingat sesuatu, Taeyeon dengan segera meraih tasnya dan mengambil sebuah gelang kupu-kupu dari tasnya itu. “Berikan aku semangat, ne!” Ucapnya pada gelang itu lalu mencium gelang itu kilat. Dan ketika ia hendak memasangkan gelang itu dipergelangan tanganya, tanpa sengaja tangannya menyikut tempat pensil yang terletak di atas meja sehingga isinya berhamburan di lantai. Sadar akan perbuatannya, Taeyeon dengan segera beranjak dari kursinya dan berjongkok memunguti pensil dan pulpen yang berhamburan di lantai. Tepat ketika ia mengambil pulpen terakhir di lantai, tiba-tiba saja sepasang sepatu hitam mengkilap telah berhenti tepat di depannya. Sepatu hitam dan mengkilap itu nampak tidak asing dimatanya mekipun ia tidak ingat dengan persis dimana dan kapan ia melihat sepatu itu.

 “Merasa tak asing dengan sepatuku?” Ucap sebuah suara yang tiba-tiba saja membuat tubuh Taeyeon kaku di tempat. Bahkan pulpen yang tadi sudah berada di genggamannya terlepas begitu saja. Bahkan suaranya juga tak asing.

“Atau familiar dengan suaraku?” Tanya pria itu lagi yang justru membuat Taeyeon semakin takut untuk mengangkat kepalanya.

“Jadi, kau sekretaris baruku?” Ucap pria itu lagi. Oh tidak! Kenapa perasaanku tidak enak. Tapi tunggu… sekretarisnya? Jadi dia…..

“Aku harus memanggilmu siapa , Sekretaris Kim? Kim Taeyeon-ssi? Atau mungkin….. Jung Sooyeon palsu?”

Bagai tersambar petir di pagi hari yang mampu meruntuhkan dunianya, Taeyeon tiba-tiba aja merasakan tubuhnya menegang dan merasakan energi di tubuhnya hilang begitu saja.  Suara familiar itu ditambah nama yang begitu dibencinya  seketika membuatnya mengingat kejadian itu dan mengingat pria itu. Mungkinkah?

Dengan perasaan takut ragu dan tentunya sisa energi di tubuhnya, dengan perlahan Taeyeon mengangkat kepalaanya hingga matanya bertemu dengan mata hitam itu. Mata hitam dan tajam yang membuat dirinya merasa begitu di intimidasi. Mata hitam dan tajam yang pernah ia lihat dengan jarak yang begitu dekat.

“Mengingatku?”

“K—kau?” Tidak….!

TBC

 

Hi reader, Sorry lama banget updatenya. Semoga suka and maaf atas typo yang suka banget bertebaran dimana-mana. If you read it, please leave a comment. Thankyou ^^

Leave a comment