[ 10 ] Blind In Love

Poster bol 1

Title : Blind In Love (Chapter 10) || Author : Ksunmi1248 || Rate : PG-16 || Length : Chapter || Genre : Romance, Friendship & Family || Cast’s : Kim Taeyeon [GG], Kim Jongwoon [SJ], Tiffany Hwang [GG], Cho Kyuhyun [SJ], Kim  Hyoyeon [GG], Choi Sooyoung [GG] || Disclaimer : Terinspirasi dari berbagai lagu, novel, drama dan ff lain. Poster and Story originally made by me. Keep reading and commenting. ^^

Death leaves a heartache no one can heal

Love leaves a memory no one can steal

Hyoyeon tidak seharusnya seperti ini. Tidak seharusnya ia hanya terdiam sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja sementara di hadapannya beberapa tumpukan kertas memerlukan perhatiannya. Gusar? Ya. Mungkin itu adalah alasan mengapa ia mencampakkan kertas-kertas yang sudah sangat jelas menjadi tujuannya duduk di ruangan itu. Tapi, hanya dalam sekejap, seseorang membuatnya bingung setengah mati. Cho Kyuhyun.

Sekitar setengah jam yang lalu, Kyuhyun kembali masuk ke dalam ruangannya dengan kertas-kertas yang diminta Hyoyeon. Yang menjadi masalah adalah, pria itu memasuki ruangan Hyoyeon dengan raut wajah yang cukup, bahkan sangat aneh. Hyoyeon tahu betul pria itu sedang berusaha menyembunyikan sesuatu dibalik wajah datarnya yang terkesan ragu dan kaku. Meskipun Hyoyeon bukanlah tipikal orang yang suka ikut campur dalam urusan orang lain, entah mengapa hatinya berkata bahwa ada yang tidak beres. Raut wajah Kyuhyun kala itu,  benar-benar membuatnya cemas bukan main. Dan kali ini ia memiliki firasat yang kurang baik.

“Gudang?” Lirih Hyoyeon sambil menautkan kedua jarinya lalu menopang dagunya dengan kedua tangannya. “Apa ada sesuatu yang mencurigakan di gudang? Aku yakin aku tak menyimpan apapun disitu kecuali….”

“Astaga!” Setelah cukup lama ia berpikir, ia menyadari satu hal. Hal ini kontan membuatnya langsung beranjak dari kursinya lalu berlari menuju gudang itu. Gudang yang kini menjadi jawaban dari segala kebingungannya dan gudang yang akan menentukan nasibnya kelak.

“Tidak ada!”

Ini sudah kali ketiga Hyoyeon meneriakkan hal yang sama. Ruangan gudang yang nampak rapi itu kini telah berubah menjadi sebuah ruangan yang lebih mirip kapal pecah hanya dalam waktu lima menit. Kertas-kertas yang tertata rapi di rak-rak kini sudah berhamburan di lantai. Meskipun begitu Hyoyeon tak juga mendapatkan yang ia cari. Dan Hyoyeon tak bisa membiarkan barang itu hilang begitu saja.

“C-cho Kyuhyun…” Tanpa Hyoyeon sadari, kini tubuhnya seolah kehilangan kekuatan hingga ia jatuh terduduk di atas kertas-kertas yang berhamburan di lantai. Matanya menatap kosong pada rak yang kini sudah kosong. Mendadak hatinya diselimuti perasaan takut dan detak jantungnya seolah berlomba dengan nafasnya yang memburu.

“Tidak bisa! Kyuhyun tidak boleh berspekulasi begitu saja. Ia harus mengetahui yang sebenarnya.” Dan dengan sisa keberaniannya, Hyoyeon bertekad. Ya, ia bertekad untuk membuka dan menyelesaikan masalah ini setelah tujuh tahun ia menyembunyikan kebenaran yang memilukan.

*****

Hari itu hujan kembali mengguyur Kota Seoul dengan derasnya. Untuk sebagian besar orang, mungkin mereka akan memilih untuk bersembunyi di balik selimut atau setidaknya berada di rumah ditemani penghangat ruangan. Tapi tidak untuk pria yang satu ini. Entah apa yang dipikirkannya, ia memilih untuk menghabiskan waktunya duduk di jok mobilnya yang kini tengah menepi di pinggir jalan. Tak peduli dengan dinginnya suhu kala itu ataupun bisingnya air hujan yang tengah berlomba turun, ia tetap kukuh pada pendiriannya untuk menghabiskan waktu di mobilnya.

“Choi Sooyoung.” Pria itu berucap lirih sambil memandangi foto di tangannya. Cho Kyuhyun sama sekali tak melepaskan pandangannya dari kedua sosok di foto itu, Choi Sooyoung dan Kim Taeyeon. Di foto itu, kedua wanita yang bergantian mengisi hatinya tengah tersenyum dengan cara yang berbeda. Wanita berambut hitam dan bertubuh kurus di foto itu tengah berdiri sambil tersenyum ke arah kamera. Tangan gadis itu merangkul seorang gadis yang duduk disampingnya. Gadis yang tengah duduk itu juga tersenyum, hanya saja matanya menatap entah kemana. Atau lebih tepatnya menatap kosong ke depan. Ya gadis itu adalah Choi Sooyoung dan Kim Taeyeon.

“Aku bahkan tak pernah mengira kalau kalian saling mengenal.” Cho Kyuhyun kembali berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari foto itu.

Beberapa saat kemudian, matanya teralih pada sebuah kotak hitam yang baru saja ia temukan di gudang Yeonjae. Tangannya terulur untuk meraih kotak itu, lalu ia letakkan di atas pangkuannya. Dengan pikiran yang masih berkecamuk di otaknya, ia membuka kotak itu dan menemukan beberapa lembar kertas yang belum sempat ia baca tadi. Akhirnya, hatinya terdorong untuk mengambil kertas itu dan membacanya.

Gadis itu. Apakah aku jahat? Dengan mudahnya aku merebut kehidupan gadis tak berdosa itu dan membuatnya memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk kehilangan masa depannya. Aku berjanji. Aku berjanji aku akan membuatmu untuk menemukan titik terang hidupmu lagi Taeyeon-ah, kau bisa pegang janjiku.

Kening Kyuhyun sedikit mengkerut tatkala ia membaca kata demi kata yang tertuang di kertas itu. Meskipun sudah sangat lama berlalu, Kyuhyun tahu betul tulisan di kertas itu tulisan wanita yang dicintainya, Choi Sooyoung. Dan kertas tadi semakin menggali rasa penasarannya pada hubungan antara Choi Sooyoung dan Kim Taeyeon. Dan tentu saja itu mendorongnya untuk membaca kertas kedua dari kotak itu.

Apakah ini Karma? Sepertinya Tuhan ingin menghukumku karena aku melukai gadis tak berdosa itu. Tapi aku rasa semua ini pantas. Tuhan, setidaknya izinkan aku menebus dosaku pada gadis itu sebelum Engkau memintaku untuk kembali ke hadapan-Mu.

Kening Kyuhyun kembali berkerut, bahkan kerutan yang dihasilkan lebih banyak jika dibandingkan dengan kerutan pertama. Tak mau membuang waktu, ia pun memilih untuk membaca kertas ketiga.

Aku tak mengerti. Dalam kondisiku yang seperti ini, Tuhan masih mengizinkanku untuk membuka mata dan melihat dunia walaupun aku yakin waktuku tidak akan lama. Setidaknya dalam kondisiku yang seperti ini, aku sangat bersyukur, putraku dengan Jongwoon Oppa bisa lahir dengan selamat. Namun, hal ini membuatku merasa bersalah dengan cobaan yang Engkau berikan. Engkau membuatku dengan sangat terpaksa harus memilih antara gadis tak berdosa itu dan Jongwoon Oppa. Pada akhirnya aku memilih satu dari dua tindakan bodoh yang harus kupilih. Tanpa ingin melukai kehidupan gadis itu, aku justru nyaris menyia-nyiakan hidup putra serta pria yang kucintai. Maafkan aku Oppa maafkan juga eomma, sayang. Tapi aku berjanji, aku akan membuat kalian yang telah kulukai bahagia, Jongwoon Oppa, Taeyeon-ah, dan anakku.  Hari ini aku membuat keputusan di sisa umurku, dan aku harap semoga keputusanku ini tepat. Meskipun nanti aku tidak bisa lagi bersama Jongwoon Oppa dan putra kami, setidaknya izinkan mataku tetap berada disini dan menikmati keberadaan mereka melalui mata ini. Dan tentunya, untuk mengembalikan hidupmu, Taeyeon-ah.

“Mata?” Kyuhyun berucap dengan bingung. Kini berbagai pertanyaan benar-benar memenuhi otaknya dan ia harap ia bisa menemukan jawaban atas pertanyaan itu pada sebuah amplop yang kini tersisa di kotak itu. Amplop itu sudah nampak usang seperti halnya kertas-kertas sebelumnya karena dimakan usia. Dan dengan tangan yang bergetar, Kyuhyun mengambil amplop itu lalu mengambil isi dari amplop itu. Amplop itu berisikan kertas yang juga tak kalah usang dan dalam keadaan terlipat.

Kyuhyun menghela nafas panjang lalu membuka lipatan kertas itu. Dalam waktu singkat, mata pria itu melebar seiring dengan kata demi kata yang terlintas di depan matanya.

“D-donor m-mata?” Dengan nafas memburu, Kyuhyun mencoba untuk mencerna kata demi kata yang tertulis di kertas itu.

“Tidak mungkin.”

*****

Taeyeon meletakkan dua cangkir coklat panas diatas meja. Sesekali matanya akan melirik gadis di hadapannya  yang tengah bertopang dagu sambil memandang keluar dinding kaca. Namun beberapa detik kemudian matanya beralih pada dua buah tabung plastik yang berisi butiran-butiran pil dan kapsul yang terletak tidak jauh dari tangan gadis itu.

“Hujannya cukup deras ya.” Ucap Tiffany tanpa mengalihkan pandangannya dari dinding kaca itu.

Mendengar ucapan Tiffany, Taeyeon ikut memandang keluar, namun tidak berlangsung lama sampai ia kembali menatap gadis di hadapannya itu. “Bagaimana keadaan anda sekarang, Dokter Hwang?”

Akhirnya gadis itu mengalihkan pandangannya dan balas menatap Taeyeon. “Kau bisa lihat sendiri, aku baik-baik saja. Setidaknya, setelah obat-obat ini masuk ke tubuhku.” Jawab Tiffany sambil mencoba tersenyum masam tanpa mengalihkan matanya dari jendela.

Taeyeon menyesap coklat hangatnya, mencoba mendapatkan ketenangan melalui kehangatan yang menjalar ke tubuhnya. Beberapa saat yang lalu, gadis di hadapannya ini benar-benar membuatnya khawatir setengah mati. Dan saat ini, rasa penasaran benar-benar memenuhi otaknya.

“Dokter Hwang.” Panggil Taeyeon pelan. Mendengar panggilan itu, Tiffany  mengalihkan pandangannya sambil menaikkan kedua alisnya, seolah berkata ‘ada apa’.

“Apa yang sebenarnya terjadi pada anda?” Pertanyaan Taeyeon yang meluncur dengan pelan dan penuh kegugupan itu membuat Tiffany tersenyum datar.

“Mungkin ini karma.” Ucap gadis itu lirih sambil menatap kepulan asap dari coklat panas di hadapannya.

“Karma?” Tanya Taeyeon tak mengerti.

“Tentu saja ini karma untuk orang yang bertingkah egois sepertiku.”

“Maksud anda, Dokter?”

“Ini hukuman untukku karena dengan egoisnya aku ingin memiliki sesuatu yang memang tidak diperuntukkan padaku.  Memintamu menjauhi Jongwoon Oppa, padahal kalian saling mencintai. Dan aku sadar, betapa tidak berperasaannya aku hari itu.” Jelas Tiffany lirih.

“Maafkan aku juga Dokter Hwang.” Dengan hati yang dipenuhi perasaan bersalah, Taeyeon meminta maaf pada gadis di hadapannya ini. Sementara gadis itu, hanya tersenyum menanggapi.

“Taeyeon-ah…” Panggil Tiffany pada Taeyeon. Panggilan itu sukses membuat Taeyeon cukup kaget pasalnya, ini untuk pertama kalinya gadis yang agak asing di hadapannya ini memanggilnya dengan akrab seperti itu.

“Ne, Dokter?”

“Maukah kau berjanji lagi padaku?”

“Janji?”

Tiffany menarik napas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan. Taeyeon dapat melihat mata indah gadis itu kini nampak berkaca-kaca. “Berjanjilah kau tak akan menceritakan kejadian ini pada Jongwoon Oppa dan…”

“Dan?”

“Jika suatu hari nanti aku pergi, jagalah Jongwoon Oppa untukku.” Ucap gadis itu lirih dan nyaris terdengar seperti bisikan. Meskipun begitu, Taeyeon mendengar dengan jelas ucapan gadis itu. Bahkan, jantung Taeyeon nyaris berhenti berdetak begitu kalimat itu meluncur dari mulut Tiffany.

“T-Tiffany-ssi, kau tidak boleh berkata seperti itu.”

Mendengar nasihat Taeyeon, Tiffany menggelengkan kepalanya. Mata gadis itu kini tidak bisa menahan cairan bening yang sedari tadi ia tahan dan membiarkan cairan itu mengalir begitu saja di pipinya. “Kau tak mengerti Taeyeon-ah. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh penyakit ini benar-benar membuatku memilih untuk lebih cepat mati. Dan kau tahu, aku begitu tersiksa.”

Tanpa Taeyeon sadari, kini air mata ikut mengalir dari matanya. “Tiffany-ssi, aku yakin, penyakitmu ini bisa sembuh. Kau harus berjuang dan tetap tabah….” Ucap Taeyeon sesenggukkan.

Kini Tiffany hanya menangis dalam diam. Ia sadar, ia benar-benar nampak seperti seorang pecundang yang menyerah sebelum berjuang. Tapi ia sendiri juga sadar, penyakitnya itu akan semakin parah dan membuatnya harus bersiap akan kemungkinan terburuk.

*****

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Di waktu dimana biasanya orang-orang lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuh serta pikirannya untuk menyambut hari esok, Kim Jongwoon justru baru bisa melepas baju operasinya dan mendudukkan dirinya di sofa di sudut kafetaria rumah sakit. Sekilas ia melirik jam yang tertempel di dinding, dan ia tahu pekerjaannya ini benar-benar memberatkan tugas utamanya sebagai seorang ayah khususnya single parent. Untuk sekedar menghibur dirinya, ia menekan beberapa digit nomor lalu menempelkan ponselnya di telinga dan menunggu seseorang di seberang sana mengangkat teleponnya.

“Yeobseyo.”

“Yeobseyo. Jung Ahjumma, ini aku Kim Jongwoon.”

“Ah, Tuan Kim. Ada apa anda menelepon? Apa anda sudah pulang?”

“Sebentar lagi aku pulang. Oh ya apa Taewoon sudah tidur?”

“Iya, Taewoon sudah tertidur sejak beberapa jam yang lalu. Sepertinya ia kelelahan karena tadi ia memanggil sonsaengnimnya di sekolah dan belajar bersama sonsaengnimnya hingga cukup larut.”

“Sonsaengnim? Kim Taeyeon?”

“Ah ya, tuan betul. Kim Taeyeon Sonsaengnim”

Mendengar ucapan Jung Ahjumma yang membenarkan ucapannya, seulas senyuman terukir di bibirnya, seolah membuatnya lupa akan rasa lelah dan rasa bersalah yang menguasainya beberapa saat yang lalu.

“Kalau begitu baiklah. Sebentar lagi aku pulang ne. Anyeong Ahjuma.” Ujar Jongwoon memutuskan sambungan telepon. Begitu ia menjauhkan ponsel itu dari telinganya, senyumannya di bibirnya semakin merekah. Dan tanpa berbasa-basi, pria itu kembali menekan beberapa digit nomor lalu kembali menempelkan ponselnya di telinga.

“Yeobseyo.” Setelah beberapa detik menunggu, akhirnya suara yang dinantinya menyapanya. Dari suaranya, Jongwoon tahu betul jika ia telah membangunkan gadis itu dari mimpinya. Terkesan cukup egois memang, tapi ia bahagia mendengar suara gadis itu.

“Apakah kau memimpikan diriku, sonsaengnim ?” Ucap Jongwoon dengan nada genit yang dibuat-buat.

“Ck, dasar manusia idiot! Seharusnya sebagai seorang dokter kau sadar jika sekarang ini adalah waktunya beristirahat, bukannya malah merecoki mimpi seseorang!” Meskipun belum sepenuhnya melek, gadis itu  mengomel dengan suaranya yang  parau. Sementara gadis itu mengomelinya panjang lebar, Kim Jongwoon hanya terkekeh geli tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

“Hey, Kim Taeyeon. Siapa suruh membuatku rindu padamu. Kalau aku tak merindukanmu, aku tak akan menganggumu seperti ini. Jadi terima saja resikonya.” Gombal Jongwoon yang sukses membuat Taeyeon memutar matanya  sembari mencibir kesal di seberang sana.

“Menjijikkan! Simpan saja gombalan genit dan menjijikanmu itu untuk wanita di luar sana yang membutuhkan!” Teriak Taeyeon di teleponnya dengan kesal. Nyaris saja ia memutuskan sambungannya dengan Jongwoon jika saja pria itu tidak berteriak memanggil namanya, sehingga dengan terpaksa ia menempelkan kembali ponselnya ditelinga.

“Apa lagi?” Tanya gadis itu lagi, kali ini volume suaranya lebih kecil.

“Bagaimana kalau besok kita makan siang bersama?”

“Makan siang?”

“Hm.”

Tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka berdua. Taeyeon tak mengeluarkan suaranya, sepertinya ia sedang berpikir. Dan Jongwoon hanya bisa menunggu jawaban gadis itu.”

“Bagaimana? Kau bisa kan?”

“Mian Jongwoon-ssi, sepertinya besok aku ada rapat guru di Taejo. Mungkin lain kali.” Ucap Taeyeon dengan nada penyesalan di setiap katanya.

“…..”

“Kau marah?”

“Sedikit.”

“Oh ya, mengapa kau tak makan siang dengan sahabatmu saja? Tiffany-ssi.”

“Hey! Mana ada seorang wanita yang menyuruh kekasihnya untuk makan siang dengan wanita lain. Kau ini aneh sekali.”

“Tentu saja ada, aku satu dari gadis aneh yang kau maksud. Lagipula, dia kan sahabatmu, sepertinya akhir-akhir ini kau sedikit melupakannya. Jadi, kesannya kau hanya ada untuknya di saat kau perlu.”

Mendengar penjelasan Taeyeon, Jongwoon terdiam. Sama seperti halnya Taeyeon tadi, sepertinya ia juga memikirkan perkataan gadis itu.

“Kau benar juga. Akhir-akhir ini, aku jarang bertemu dengannya, terlebih akhir-akhir ini aku juga sibuk. Baiklah, kalau kau memang mengijinkan, aku akan mengajak Tiffany makan siang besok.”

“Baiklah. Oh ya, apa sekarang kau masih di rumah sakit?”

“Hm, aku akan pulang setelah kita selesai bertelepon.”

“Kalau begitu, aku tutup teleponnya. Selamat berisitrahat Jongwoon-ssi.”

Begitu sambungan telepon di putus oleh Taeyeon, Jongwoon hanya bisa mengulum senyumnya. Entah mengapa suara gadis itu bagai energi tersendiri baginya.

Belum sempat Jongwoon memasukkan ponselnya ke saku celananya, ponselnya tiba-tiba bergetar diiringi dengan dentingan singkat yang menandakan ada pesan di ponselnya. Dan pesan itu sukses membuat Jongwoon tertegun.

From : Cho Kyuhyun

Kapan kau ada waktu? Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.

*****

Usai mengantar Taewoon ke sekolah, Jongwoon langsung mengemudikan mobilnya menuju sebuah cafe yang tidak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja. Pagi itu, ia akan memenuhi permintaan Kyuhyun untuk bertemu dengannya. Begitu ia menginjakkan kakinya di cafe itu, Jongwoon bisa menangkap dengan jelas Kyuhyun yang sedang duduk di salah satu kursi di cafe itu sedang menatapnya tajam. Tak mau ambil pusing dengan tatapan Kyuhyun, Jongwoon berjalan mendekati meja itu.

“Apa sekarang kau ingin membunuhku?” Pertanyaan yang sarat akan sindiran itu meluncur begitu saja dari mulut Jongwoon bersamaan dengan dirinya yang kini duduk di hadapan Kyuhyun.

Sorotan tajam mata Cho Kyuhyun tiba-tiba berubah menjadi pandangan meremehkan. Tak lupa mulut pria itu berdecak, membuatnya nampak seperti seseorang yang telah berhasil menemukan kelemahan lawannya.

“Apakah alasanmu Choi Sooyoung, Jongwoon-ssi?”

Mendengar nama mendiang istrinya disebut, mata Jongwoon menyipit bersamaan dengan keningnya yang mengkerut. “Choi Sooyoung? Apa yang sebenarnya kau bicarakan?”

“Apakah begitu mudahnya kau mengganti posisi Sooyoung dengan Taeyeon hanya karena Sooyung memberikannya pada Taeyeon?”

Jongwoon hanya terdiam, masih tak mengerti maksud ucapan pria di hadapannya itu.

“Apa kini kau merasa bisa melihat Sooyoung pada diri Taeyeon? Ck, sudahlah Kim Jongwoon-ssi, jangan kau jadikan Taeyeon sebagai alat untuk memenuhi angan-anganmu mengenai Sooyoung. Bagaimanapun juga, tetap saja mereka adalah dua orang yang berbeda. Dan kau tahu, suatu saat nanti sikapmu itu akan melukai Taeyeon?!”

“Cho Kyuhyun-ssi, apa sebenarnya maumu? Bahkan aku sama sekali tak mengerti satupun kata dari ucapanmu yang panjang lebar itu.”

“Sudahlah, kau tak usah menyembunyikan semua ini lagi. Bahkan aku sudah tau semuanya, Kim Jongwoon.” Ucap Kyuhyun emosi.

“Tapi a–”

Brak

Dengan kesabaran yang telah habis, Kyuhyun meletakkan sebuah foto dan sebuah amplop di atas meja dengan kasar hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Beruntung pagi itu Cafe tempat mereka berada masih sepi, sehingga tidak terlalu menarik perhatian orang-orang di sekitar.

Jongwoon menatap foto yang di letakkan Kyuhyun. Foto itu adalah foto yang di temukan Kyuhyun di gudang Yeonjae. Foto Taeyeon dan Sooyoung. Dengan ragu dan tangan yang agak bergetar, Jongwoon meraih foto itu lalu menatapnya lekat-lekat.

“S-Sooyoung… T-Taeyeon…” Ucap Jongwoon pelan. Pria itu nampak terkejut dan bahkan nampak tak menyangka akan apa yang dilihatnya.

“Kau benar-benar tidak tahu?” Kali ini Kyuhyun melunak begitu melihat raut wajah Jongwoon yang sama sekali tidak ia sangka, sementara Jongwoon tetap diam membatu memandangi foto itu.

Masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja ia lihat, kini matanya menatap tajam pada sebuah amplop usang yang terletak diatas meja. Tak mau terlalu lama terkurung dalam rasa penasaran, Jongwoon langsung mengambil amplop itu lalu membaca kertas dari dalam amplop itu. Dalam hitungan detik, mata sipit pria itu melebar seiring dengan kata demi kata dari surat itu yang terlintas di matanya. Bagaimana tidak? Surat itu adalah surat pernyataan Choi Sooyoung dimana ia menunjuk Kim Taeyeon sebagai ahli warisnya. Ahli waris mata.

Aku pernah mengalami kebutaan tujuh tahun yang lalu karena sebuah insiden. Meskipun aku hanya mengalami kebutaan selama empat bulan, tapi aku sempat merasa sangat terpuruk.

Dalam sekejap, ucapan Taeyeon ketika mereka sedang menghabiskan waktu di pantai terngiang di otaknya.

“Apa saja yang kau lakukan selama hidupmu hingga hal yang menyangkut istrimu saja kau tidak tahu.” Bentak Kyuhyun pada Jongwoon.

Jongwoon masih memandang tulisan di kertas itu. Ia tahu matanya sama sekali tidak salah. Choi Sooyoung dan Kim Taeyeon. Sepertinya dunia itu kecil sekali.

“Dan sekarang kau hanya diam saja setelah dengan tidak berperasaannya kau tak memperdulikan masalah istrimu.” Tanya Kyuhyun setengah berteriak.

“Tutu mulutmu, Cho!” Balas Jongwoon geram. “Bahkan kau tidak tahu bagaimana keadaan waktu itu.”

Kyuhyun memasang seringaian meremehkan. “Tapi surat ini dan wajah tololmu itu sudah menjelaskan semuanya. Kau bahkan menelantarkan istrimu, Jongwoon-ssi.”

“Sudah kubilang kau tak tahu keadaanya Kyuhyun-ssi!” Kali ini kesabaran Jongwoon telah habis dan ia pun membentak Kyuhyun hingga pria itu kini terdiam.

“Waktu itu aku koma.” Ujar Jongwoon pelan dan membuat Kyuhyun terdiam dan menatapnya tak percaya.

“Koma?” Ulang Kyuhyun seolah meminta penjelasan lebih.

“Ya, kecelakaan itu membuatku terbaring koma selama satu bulan, dan ketika aku sadar, Sooyoung sudah pergi meninggalkan kami.” Jelas Jongwoon singkat.

“Boleh aku tahu kronologis kecelakaan itu?”

Jongwoon menghela nafas panjang lalu menatap Kyuhyun yang duduk dihadapannya dengan mata yang sendu. “Malam itu aku dan Sooyoung baru saja pulang dari rumah sakit. Tak jauh dari rumah sakit itu aku melihat seorang wanita yang menyebrang dengan tiba-tiba. Aku sendiri sampai sekarang tak mengerti, apa gadis itu tak memasang matanya ketika menyebrang, hingga ia berjalan begitu saja. Karena kedatangannya yang tiba-tiba, spontan aku mengerem mobilku dengan mendadak. Tidak hanya itu, bahkan Sooyoung membanting kemudi hingga mobil kami menabrak pembatas jalan.”

Cerita singkat Jongwoon, membuat Kyuhyun terdiam sembari menatap Jongwoon tak percaya. Dalam sekejap, otaknya berkelana pada salah satu kertas yang dibacanya kemarin.

Pada akhirnya aku memilih satu dari  dua tindakan bodoh yang harus kupilih. Tanpa ingin melukai kehidupan gadis itu, aku justru nyaris menyia-nyiakan hidup putra serta pria yang kucintai.

“Mungkinkah…” Mendadak jantung Kyuhyun berdetak cepat dan matanya melebar. Tak hanya itu, bahkan tangannya yang ia letakkan di pahanya kini bergetar.

“Apa kau mengetahui sesuatu?”. Melihat raut wajah Kyuhyun yang berubah drastis, Jongwoon menatap pria itu penasaran.

“Kau bilang gadis itu menyebrang seperti tak melihat keadaan jalan kan?”

Dengan ragu Jongwoon mengangguk. “Ya.”

“Dan kau bilang Sooyoung membanting kemudi menghindari gadis itu hingga justru mobil kalian tertabrak pembatas jalan kan?”

Kembali Jongwoon menganggukan kepalanya.

“Sepertinya aku mengerti sekarang.”

“Apa maksudmu?”

“Gadis itu buta, jelas ia tak bisa melihat ketika menyebrang.”

“Bagaimana –” belum sempat Jongwoon menyelesaikan pertanyaanya Kyuhyun memotongnya.

“Dan Sooyoung melakukan semua itu karena dia tahu siapa wanita itu.”

“Jadi maksudmu, Sooyoung melakukannya untuk melindungi gadis itu?” Tanya Jongwoon dan Kyuhyun balas mengangguk dengan wajahnya yang kalut.

“Apa sebenarnya yang kau ucapkan Cho Kyuhyun?” Ucap Jongwoon setengah berteriak dengan tidak sabar. “Bagaimana bisa kau menyimpulkan semua itu begitu saja?”

“Kim Taeyeon.”

“Apa mak–”

“Gadis itu adalah… K-Kim T-Taeyeon.”

*****

“Jongwoon Oppa!”

Panggilan setengah berteriak itu sukses menerebos telinga Jongwoon dan membuat pria itu tersentak dari lamunannya.

“Aku tidak tuli Steph.” Ucap pria itu dengan nada malas sambil mengaduk-aduk makanannya dengan tidak bersemangat. Melihat tingkah Jongwoon, spontan tangan Tiffany memegang tangan Jongwoon hingga pria itu menghentikan aktivitasnya dan menatap Tiffany bingung.

“Jangan lampiaskan kegusaranmu itu pada makanan. Itu tidak baik.”

Jongwoon meletakkan sendok dan garpunya lalu menghela nafas panjang sambil menyandarkan kepalanya.

“Tiba-tiba kepalaku sakit. Seperti ingin pecah saja.”

“Sepertinya semenjak kau memiliki kekasih kehadiran sahabatmu ini tak kau anggap.” Ucap gadis itu sambil mengerucutkan bibirnya berusaha bergurau meskipun pada kenyataannya hatinya justru tersayat.

Mendengar kata ‘kekasih’ keluar dari mulut Tiffany, Jongwoon menatap gadis itu tajam. “Steph…”

“Wae?”

“Apakah kau pernah merasakan betapa kecilnya dunia ini?”

“Kecil?” Ulang Tiffany sambil mengerucutkan bibirnya menandakan dirinya sedang berpikir. “Bahkan aku sendiri tak mengerti sampai dimana batas dunia ini. Setiap hari kita selalu bertemu dengan orang baru yang silih berganti menjadi cameo di kehidupan kita. Jadi menurutku dunia itu tidaklah sempit.”

Kembali pria itu menghela nafas panjang lalu memejamkan matanya sambil melipat kedua tangannya di dada.

“Raut wajahmu benar-benar menunjukkan kalau kau sedang memiliki masalah.”

“Terkadang Tuhan memberikan kita masalah yang tak kita duga ya.” Ujar pria itu membuka matanya dan menatap Tiffany sayu. “Bahkan terkadang banyak hal yang tidak bisa kita terima keadaannya.”

“Oppa….”

“Steph, sepertinya aku sudah kenyang. Aku akan membayarnya dan pergi duluan. Annyeong.” Pria itu berlalu begitu saja tanpa memberikan kesempatan pada Tiffany untuk berbicara.

‘Ada apa dengan manusia itu?’

*****

Jongwoon memasukkan beberapa digit angka dan membuka pintu apartmentnya dengan pikiran yang masih kalut. Tanpa membiarkan rasa kalutnya pergi  ia melepaskan sepatunya begitu saja dan meletakkannya sembarangan sebelum akhirnya ia mengenakan sandal rumahannya.

“Kau malam sekali pulang.”

Suara itu membuat Jongwoon tercekat dan mengangkat kepalanya dengan ragu. Dan kini ia mendapati sang pemilik suara sekaligus sosok yang membuatnya uring-uringan setengah mati, Kim Taeyeon.

“T-Taeyeon.” Ucap Jongwoon terbata-bata dan berusaha mengalihkan pandangannya dari Taeyeon.

“Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku disini kan?” Jongwoon hanya berdeham mengiyakan pertanyaan gadis itu sambil melangkahkan kakinya ke dapur.

“Bibi Jung yang meneleponku tadi. Katanya ia berusaha meneleponmu tapi ponselnya tidak aktif. Jadi ia meneleponku. Katanya ia harus kembali mengajak putranya yang waktu itu sakit untuk kontrol ke dokter.” Jelas Taeyeon sambil mengekor pada Jongwoon.

Pria itu tidak merespon. Ia tetap melanjutkan langkahnya ke dapur. Setibanya di dapur ia langsung mengambil botol air dari kulkas dan menegaknya begitu saja.

“Jongwoon-ssi.”

Setelah menegak habis air dari dalam botol itu, Jongwoon kembali berdeham,  namun tak menolehkan kepalanya pada gadis itu.

“Kau kenapa?”

“Aku? Aku baik-baik saja.”

“Kau nampak berbeda dan–”

“Dan?”

“Aneh…” Ucap Taeyeon pelan sambil memandang pria di hadapannya ini lekat-lekat. Sejak pria itu datang, ia benar-benar menyadari ada sesuatu yang tidak beres pada pria itu.

“Apa kau masih marah karena aku menolak ajakan makan siangmu?

“Apa yang membuatmu berprikir demikian?”

“Wajahmu nampak datar dan kau sama sekali tak tersenyum sedari tadi.” Jawab Taeyeon jujur.

Mendengar jawaban gadis itu, Jongwoon menolehkan kepalanya dari gadis itu. Tepat ketika matanya dan mata Taeyeon bertemu, pikiran itu kembali mengusiknya. “Itu hanya perasaanmu saja.” Jawab pria itu sambil kembali menghindari kontak mata dengan gadis itu dan berlalu meninggalkan dapur.

Kembali Taeyeon mengekor di belakang pria itu. Satu hal yang memang selalu ia tahu, pria itu selalu membuatnya bingung dengan tingkahnya. Dan saat ia melihat pria itu menghentikan langkahnya, Taeyeon ikut menghentikan langkahnya dan mengikuti arah pandang pria itu. Kini mata pria itu tengah terfokus pada foto pernikahan dirinya yang pernah Taeyeon amati beberapa bulan yang lalu.

“Apa kau sedang merindukan istrimu?” Tanya Taeyeon begitu melihat raut sedih yang terpancar dari wajah Jongwoon.

“Menurutmu bagaimana istriku?” Tanya Jongwoon sambil tetap memandang Sooyoung di foto itu.

“Jika dilihat dari fotonya, sepertinya ia sangat cantik dan baik.”

Kini Jongwoon menolehkan pandangannya dan menatap lekat-lekat pada mata Taeyeon yang masih memerhatikan foto itu dengan seksama. “Apa kau mengenalnya?”

“Tidak. Sepertinya dihidupku, aku belum pernah bertemu dengan istrimu.”

“Kau yakin?”

Taeyeon balas mengangguk dan itu bukanlah jawaban yang diharapkan Jongwoon. Ada rasa tak puas di hati Jongwoon melihat respon Taeyeon.

“Pulanglah. Ini sudah malam.” Tak mau lama-lama terjebak dalam suasana yang berpotensi membuatnya semakin kalut, Jongwoon meminta gadis itu pergi.

“Tentu saja. Tanpa kau suruh pun aku akan pulang. Beristirahatlah, kau nampak kacau hari ini.” Ucap Taeyeon sambil tersenyum kecil.

Kim Jongwoon mencoba membalas senyuman gadis itu. “Doakan saja aku tidak terkena insomnia dan menganggap semua masalahku ini hanya mimpi.”

Ucapan Jongwoon kembali membuat otak Taeyeon dipenuhi tanda tanya. Ingin sekali Taeyeon memaksa pria itu untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapi pria itu  kepadanya.  Tapi, melihat sikap pria itu membuatnya mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut perihal masalah yang dihadapi pria itu.

“Hm.” Taeyeon menatap Jongwoon sambil memikirkan sesuatu kemudian berjalan mendekat pada pria itu. Hanya gadis itu yang terlihat di mata Jongwoon saat itu dan nafas taeyeon yang terasa di dadanya.

Sebelum Jongwoon sempat bertanya ‘ada apa’, Taeyeon berjinjit dan mengelus rambut Jongwoon dengan lembut. Kemudian, ia melingkarkan lengannya di tubuh pria itu dan menepuk-nepuk punggungnya. Jongwoon hanya berdiri dan terdiam kaku saat gadis bertubuh mungil itu memeluknya.

“Apa yang kau lakukan?”

“Memberimu mantra. Agar kau tidak terkena insomnia dan tidur dengan nyenyak malam ini.”

“Kau pikir aku anak TK?”

“Ibuku dulu suka melakukan ini padaku. Dengan begini kau akan mengantuk. Pasti besok pagi kau akan berterima kasih padaku.”

Usai menjelaskan pada Jongwoon, barulah Taeyeon menjauh selangkah darinya dan tersenyum puas sebelum akhirnya ia membalikkan badannya dan pergi meninggalkan pria itu mematung di tempatnya.

Mengingat senyuman gadis itu beberapa saat yang lalu, Jongwoon tidak yakin bahwa dirinya bisa benar-benar tidur malam ini. Ia membuka bed cover tempat tidurnya dan memberingkan tubuhnya di atas kasur lalu kembali menarik bed cover itu menutupi tubuhnya. Setidaknya malam itu ia membiarkan dirinya terlelap dan melupakan masalahnya untuk malam itu.

*****

Pagi hari di kediaman keluarga Hwang, seperti biasa keluarga kecil itu akan menikmati sarapan pagi bersama. Namun, ada yang cukup janggal pagi itu. Kursi yang seharusnya di ditempati oleh Tiffany nampak kosong. Padahal biasanya, gadis itu akan duduk di kursinya beberapa menit sebelum teh dihidangkan.

“Yeobo, dimana Tiffany? Tidak biasanya ia belum duduk di kursinya.” Tanya tuan Hwang pada istrinya yang duduk di sampingnya.

“Entahlah, sepertinya ia masih mandi atau mungkin belum bangun. Akhir-akhir ini ia nampak sangat lesu, sepertinya ia kelelahan.” Jelas Nyonya Hwang dan dibalas anggukan oleh suaminya.

“Apa aku minta Hong Ahjumma saja untuk mencarinya ke kamar?” Usul Tuan Hwang.

“Ah jangan. Kalau begitu, aku saja yang mencarinya ke kamar.” Jawab Nyonya Hwang lalu bangun dari duduknya dan melangkahkan kakinya ke kamar putri semata wayangnya itu.

Cukup lama Nyonya Hwang mengetuk pintu kamar Tiffany, tapi tidak ada jawaban dari sang pemilik kamar. Akhirnya, wanita anggun itu memutuskan untuk membuka pintu kamar Tiffany dan masuk ke dalam. Tidak jauh berbeda dengan saat dirinya mengetuk pintu, kini ia tak menemukan putrinya di kamar. Ada perasaan tak enak yang mengerayangi hatinya kala itu. Perasaan itu kian menyelimuti hatinya ketika dengan ragu kakinya melangkah ke kamar mandi, berharap menemukan putrinya di sana. Awalnya, Nyonya Hwang berusaha meyakinkan dirinya bahwa tak terjadi apa-apa. Namun, semuanya sirna ketika kakinya berhenti melangkah dan mendapati putrinya tengah terkapar di lantai dalam keadaan tak sadarkan diri.

“Fany-ah!!!”

*****

Dengan dipenuhi rasa khawatir, Jongwoon langsung melesat pergi meninggalkan ruang praktiknya begitu Nyonya Hwang menghubunginya dan mengatakan bahwa Tiffany terkapar di lantai dalam keadaan tak sadarkan diri dan sekarang sedang mendapat perawatan di Seoul Hospital. Dan jantungnya berpacu semakin cepat ketika dirinya melihat Tuan dan Nyonya Hwang keluar dari ruang praktik dokter spesialis dalam. Nyonya Hwang nampak menangis sesenggukan dan Tuan Hwang dengan setia merangkul pundak istrinya itu berusaha memberikan ketenangan, meskipun Jongwoon tahu betul pria itu menangis di dalam hatinya.

“Ahjussi, Ahjumma.” Panggil Jongwoon lirih, ketika dirinya sudah berhadapan dengan kedua orang tua Tiffany.

“J-Jongwoon-ah….” Ucap Nyonya Hwang dengan suara paraunya. Dan saat itu juga, wanita paruh baya itu menangis sejadinya.

Pegangan pintu dari besi itu terasa dingin dalam cengkeraman Jongwoon. Butuh keberanian besar untuk masuk ke dalam kamar rawat Tiffany. Ia harus menguasai dirinya terlebih dahulu sebelum menemui sahabatnya itu.

Ia membuka pintu dan melangkah masuk. Meskipun ia sudah bekerja sebagai dokter untuk beberapa tahun, tapi ketika ia harus datang sebagai pengunjung, bau rumah sakit itu tak pernah menyenangkan di hidungnya. Dan itu membuatnya tidak tenang. Begitu dingin dan menusuk.

Pertama-tama matanya melihat sosokk Tiffany yang terbaring di ranjang. Langkah Jongwoon terasa berat ketika ia menghampiri sisi ranjang. Wajah gadis yang selalu nampak ceria itu kini nampak pucat dan tak berdaya. Mata indah yang selalu memancarkan binar itu kini terpejam damai.

Jongwoon duduk di kursi yang terletak di sisi ranjang. Tangannya meraih sebelah tangan Tiffany lalu menggenggamnya. Tiba-tiba ia bisa merasakan jemari gadis itu bergerak sedikit demi sedikit. Spontan ia menatap gadis itu, berharap gadis itu membuka matanya.

Dan seperti harapannya, kedua mata gadis itu perlahan terbuka. Kedua mata gadis itu sempat menyipit untuk menyesuaikan cahaya yang masuk sebelum akhirnya ia menemukan sahabat sekaligus pria yang dicintainya di sampingnya.

“J-Jongwoon Oppa..” Panggil gadis itu lirih dan Jongwoon membalasnya dengan senyuman yang sedikit dipaksakan.

“Pagi-pagi seperti ini kau sudah menggemparkan orang-orang dengan menjadi putri salju yang pingsan setelah melahap apel beracun.” Ujar Jongwoon mencoba bergurau menutupi rasa sedihnya.

Tiffany mencoba tersenyum. “Sayangnya aku tidak melahap apel dan tidak ada pangeran tampan yang muncul di pandanganku ketika aku tersadar.”

Gadis itu mencoba bangun dari duduknya lalu merubah posisinya dengan duduk. Jongwoon yang berada di dekatnya membantu gadis itu untuk bangun dan menyetel ranjang itu agar Tiffany bisa duduk bersandar di ranjangnya.

Jongwoon kembali menatap sahabatnya itu. Mati-matian ia berusaha menahan airmata yang sedari tadi memaksa untuk mengalir dari matanya. Ia tak bisa membiarkan dirinya menangis begitu saja dan membuat gadis itu semakin bersedih.

“S-Steph.”

“Hm, wae Oppa?”

“Sejak kapan?”

“…..”

“Mengapa kau tak menceritakannya padaku?”

Gadis itu masih diam. Ia bukannya diam karena tak mengerti pertanyaan dari pria itu. Tentu saja ia mengerti dengan setiap pertanyaan yang keluar dari mulut pria itu. Dan justru karena ia mengerti,  mulutnya terlalu kelu untuk berkata-kata begitu menyadari bahwa sahabatnya ini sudah mengetahui rahasia yang selama ini ia jaga.

“Oppa, seharusnya kau tak disini. Kau tahu kan banyak orang yang mengantri un–”

“Jangan mengalihkan pembicaraan Steph!” Dengan kesal Jongwoon memotong ucapan gadis itu. Dan sikapnya itu membuat Tiffany menundukkan kepalanya takut dan mengepalkan kedua tangannya. Untuk beberapa saat, suasana di kamar itu menjadi hening dan mencekam.

“Kau tahu Steph, kita berdua itu sama.”

Ucapan Jongwoon membuat Tiffany mengangkat kepalanya dengan takut dan menatap pria itu, meminta penjelasan.

“Bukankah kemarin kau berkata aku seperti tidak menganggapmu sebagai sahabatku lagi setelah berkencan dengan Taeyeon? Kau pun begitu. Kau menyembunyikan semuanya dariku seolah tak menganggap keberadaanku sebagai sahabatmu.”

Kini airmata mengalir membasahi pipi gadis itu dan kepalan tangannya yang ia letakkan di atas pahanya. Pundak gadis itu bergetar seiring dengan tangisannya yang semakin deras. Jongwoon yang menyadari itu langsung bangun dari duduknya dan melingkarkan kedua lengannya di tubuh kurus gadis itu.

“Uljima, Steph. Mianhae…” Jongwoon berusaha menenangkan gadis itu meskipun yang terjadi gadis itu justru menangis sesenggukkan di dalam pelukannya. Tak kuasa menahannya lagi, airmata tumpah begitu saja dari mata sipit Kim Jongwoon. Pada akhirnya hal yang bisa dilakukan sepasang sahabat itu hanya meluapkan kekacauan yang mereka rasakan dengan menangis. Dan tanpa keduanya sadari, suara isakan kecil terdengar dari celah pintu yang terbuka. Ya, itu adalah suara isakan Appa dan Eomma Tiffany yang sedari tadi mendengar percakapan keduanya.

*****

Taeyeon memandang ponselnya lekat-lekat berharap seseorang yang diharapkannya menghubunginya atau setidaknya mengirimkannya pesan berupa sebuah tanda titik. Setidaknya dengan begitu hatinya akan merasa lebih tenang. Pada kenyataannya, Kim Jongwoon sama sekali tak mengiriminya pesan apalagi meneleponnya. Jangankan begitu, mengangkat telepn atau membalas pesan dari Taeyeon saja tidak.

Sudah sebulan sejak kejadian malam itu di apartment Jongwoon. Hari dimana pria itu bersikap aneh dan mengukir begitu banyak tanda tanya di benaknya. Seingatnya, keesokan harinya ia menghubungi pria itu untuk sekedar menanyakan kabar. Dan pria itu hanya mengatakan tentang penyakit Tiffany lalu berbasa-basi dengan cara yang aneh dan kaku.

Taeyeon berharap, ia bisa mendapatkan jawaban atas sikap aneh pria itu. Namun pria itu tak pernah mau mengangkat teleponnya dan membalas pesannya lagi. Tidak hanya itu, mereka juga nyaris tak pernah bertemu karena kesibukan masing-masing. Taeyeon karena kesibukan musikalnya dan Jongwoon karena pekerjaan dan sahabatnya.

“Masih tidak dibalas?” Tanya Yoona yang baru saja memasuki ruang latihan itu dan Taeyeon mengangguk dengan lesu. Selama ini Taeyeon memang kerap menjadikan Yoona sebagai tempat curhatnya, oleh karena itu tak heran jika Yoona mengerti kegusaran yang dialami Taeyeon saat ini.

“Tidak mau mencoba menemuinya di rumah sakit?”

“Entahlah. Aku takut dia tak ingin bertemu denganku.”

“Tapi kau harus mendapat kepastian Taeyeon. Lihatlah, hubungan kalian benar-benar gantung saat ini.”

Taeyeon mencoba mencerna ucapan Yoona. Ada rasa takut memang. Tapi, Yoona benar, ia harus mendapatkan kepastian akan hubungan mereka.

*****

Taeyeon baru saja keluar dari pintu gerbang Taejo ketika Kyuhyun menyambutnya dan menawarkan jasanya untuk mengantar Taeyeon pulang. Dan disinilah mereka sekarang, terjebak dalam keheningan dan kesibukan pada pikiran masing-masing.

“Kyu Oppa.”

“Hm, wae?”

“Jika aku memintamu mengantarku ke suatu tempat bukan ke flatku, apa kau mau?”

“Baiklah, kemana?”

“Seoul Hospital.”

Sebelum pergi ke Seoul Hospital, Taeyeon meminta Kyuhyun untuk menghentikan mobilnya di toko bunga yang berada tak jauh dari Seoul Hospital. Selagi gadis itu sibuk memilih bunga yang ingin ia beli, Kyuhyun hanya bia mengikuti sembari bertanya-tanya dalam hati, siapakah yang akan dikunjungi Taeyeon di rumah sakit.

“Taeng.”

“Wae, Oppa?”

“Siapa yang akan kau jenguk di rumah sakit?”

“Temanku.”

“Teman?”

“Ne, temanku. Ia seorang dokter, Dokter Stephanie Hwang.”

Alis Kyuhyun terangkat mendengar jawaban dari Taeyeon. Ia memang tahu kalau Tiffany sedang di rawat di rumah sakit saat ini dan ia sendiri memang belum sempat menjenguk gadis itu karena kesibukannya di kantor dan ia baru saja datang dari luar negeri untuk urusan bisnisnya. Namun yang membuatnya heran adalah bahwa gadis itu mengenal Tiffany.

“Kau mengenalnya Taeyeon-ah?”

“Tentu saja. Kau sendiri Oppa?”

“Dia putri rekan bisnis Orang Tuaku.”

“Oh.” Jawab Taeyeon seadanya sambil membulatkan mulutnya.

Setibanya di rumah sakit, Taeyeon langsung menuju resepsionis untuk menanyakan kamar tempat Tiffany di rawat sementara Kyuhyun sudah pergi terlebih dahulu dengan alasan pekerjaan.

Ada perasaan ragu yang menyelimuti benaknya seiring dengan kakinya yang melangkah semakin jauh menuju ruang perawatan Tiffany. Sambil tetap melanjutkan langkahnya, matanya asyik memperhatikan sebuket bunga mawar berwarna merah muda yang berada di tangannya. Berharap Tiffany menyukai bunga pemberiannya itu.

Tangan Taeyeon mengetuk pintu ruang rawat Tiffany lalu membuka pintu itu dengan perlahan. Nafas Taeyeon mendadak tercekat melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Ada perasaan sakit di hati Taeyeon ketika dirinya melihat Kim Jongwoon yang duduk di kursi di sisi ranjang Tiffany sambil menyupi Tiffany bubur.  Taeyeon sadar, jika ia tak boleh seperti itu karena ia sendiri tahu kalau kedua orang itu adalah sepasang sahabat jauh sebelum dirinya hadir di kehidupan mereka. Tapi tetap saja, ada perasaan sakit di hati Taeyeon melihat perhatian pria itu pada sahabatnya jika ia bandingkan dengan sikap dingin dan aneh pria itu kepada dirinya sebulan ini.

“Taeyeon-ah.” Panggil Tiffany begitu ia menyadari kehadiran gadis itu melalui celah pintu yang baru terbuka setengahnya. Kim Jongwoon yang mendengat panggilan Tiffany, mengikuti arah pandang Tiffany hingga matanya bertemu dengan Taeyeon yang masih berdiri di balik pintu.

“Masuklah. Mengapa hanya diam disana.” Ajak Tiffany lalu dibalas Taeyeon dengan anggukan dan melangkah masuk ke dalam ruang perawatan Tiffany.

“I-ini u-untuk anda.” Ucap Taeyeon gagap sambil menyodorkan Tiffany buket bunga mawar yang ia bawa. Kim Jongwoon yang juga berada disana hanya menatap mereka bingung dan Taeyeon yang menyadari tatapan pria itu berusaha tidak memperdulikannya.

“Kau datang sendiri Taeyeon-ah?”

“Tadi temanku yang mengantar. Tapi ia langsung pergi karena ada urusan.” Jelas Taeyeon dan dibalas anggukan oleh Tiffany. Sementara Kim Jongwoon hanya menatap Taeyeon tajam.

“Aku akan kembali ke ruang praktikku.” Tanpa membiarkan Tiffany untuk berkomentar macam-macam, Jongwoon berlalu begitu saja meninggalkan ruang rawat Tiffany. Tiffany hanya bisa menatap pria itu heran, sementara Taeyeon hanya menghela nafas panjang memperhatikan tingkah Jongwoon yang sesuai dengan prakiraannya.

Cukup lama Taeyeon menemani Tiffany hari itu. Setelah puas menemani gadis itu mengobrol dan  memastikan gadis itu sudah terlelap, Taeyeon memutuskan untuk meninggalkan ruang rawat Tiffany dan pulang.

Sepanjang melewati koridor rumah sakit itu, Taeyeon hanya berjalan sambil menundukan kepalanya menatap susunan-susunan  keramik. Hingga ia berbelok di ujung koridor, ia bisa merasakan seseorang menahan pergelangan tangannya dengan kuat. Tangan itu tidak asing untuknya, dan oleh karena itu, ia menolehkan kepalanya dengan gugup hingga bertatapan dengan sepasang mata hitam dan tajam.

“J-Jongwoon-ssi…”

*****

Kyuhyun memandangi sebuket bunga Baby’s breath di tangannya. Ada perasaan ragu di hatinya meskipun perasaan gengsi masih mendominasi. Sekilas ia menolehkan kepalanya ke kaca mobil dan menatap keluar. Ia hanya bisa menarik napas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan untuk memantapkan hatinya.

Kyuhyun membuka pintu di hadapannya dan melangkah masuk ke dalam. Matanya tak lepas dari sosok yang kini tengah terlelap di atas ranjang. Tiffany. Ada perasaan bersalah sekaligus cemas di hatinya melihat wajah pucat Tiffany.

“Harus aku akui Tiffany-ssi ternyata kau sangat cantik meskipun kau dalam kondisi seperti sekarang ini.”

Kyuhyun masih memandangi gadis itu. Seulas senyuman terukir di bibirnya seiring dengan semakin lamanya ia memandangi wajah polos Tiffany ketika tertidur.  Entah mendapat keberanian darimana tangannya meraih sebelah tangan Tiffany dan menggenggamnya.

“Maafkan aku ne? Aku terlalu kasar padamu selama ini. Maaf juga atas sikapku malam itu.”

Kyuhyun terus berbicara pada gadis itu meskipun sebenarnya ia tahu ia tak akan mendapat balasan dari gadis itu. Kemudian, ia meletakkan buket bunga baby’s breath yang ia bawa di meja di samping ranjang Tiffany lalu kembali menoleh pada gadis itu dan tersenyum.

“Cepat sembuh, ne.”

*****

Tidak ada suara yang mengisi keheningan di dalam mobil yang di huni Jongwoon serta Taeyeon, Jongwoon tetap fokus pada mobil yang dikendarainya. Sedangkan Taeyeon,  walaupun sedikit risih dengan sikap namja itu yang terus diam, setidaknya ia bersyukur pria itu mengajaknya untuk pulang bersama meskipun tetap dengan sikapnya yang datar dan tak menyenangkan.

“Jongwoon-ssi.” Suara Taeyeon memecah keheningan dalam mobil tersebut. Jongwoon menoleh sesaat padanya lalu kembali menatap lurus ke jalanan.

“Hm?”

“Mengapa kau tak pernah mengangkat teleponku dan membalas pesan dariku?”

“Kau tahu sendiri kan, aku sangat sibuk akhir-akhir ini.”

“Setidaknya kau bisa membalas pesanku pada saat istirahat dan ketika kau sudah berada di rumah. Meskipun kau telat membalas, setidaknya aku akan merasa tenang.”

“Terlalu banyak hal yang harus kupikirkan di jam-jam istirahatku, aku tak sampai berpikir untuk membalas pesanmu mengingat begitu banyak hal penting yang harus kudahulukan dan kupikirkan.”

“Tapi aku mengirimimu begitu banyak pesan. Setidaknya, balaslah satu atau dua pesanku. Dengan begitu, aku akan tenang Jongwoon-ssi.”

“Aku bahkan tak memintamu untuk mengirimiku pesan setiap hari. Akupun tak pernah berjanji padamu akan membalas setiap pesan yang kau kirimkan. Jadi, berhentilah menyalahiku, Taeyeon-ssi.”

Sungguh penjelasan yang tak terduga. Penjelasan sinis Jongwoon bagaikan ribuan pedang yang menancap di hati Taeyeon hingga bagian terdalam hati gadis itu. Dan itu membuat Taeyeon mati-matian menahan airmatanya dan menangis di dalam hatinya. Menangis dalam diam.

Mobil yang dikemudikan Jongwoon akhirnya berhenti di tepi jalan di depan Flat Taeyeon. Gadis itu bergeming, sama sekali tidak mengambil tindakan seperti berpamitan atau membuka pintu mobil.

“Turunlah, kita sudah sampai di flatmu.” Pinta Jongwoon yang lebih terdengar seperti perintah.

“Apa aku memiliki kesalahan padamu, Jongwoon-ssi?” Tanpa ragu, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Taeyeon. Kali ini ia tidak bisa lagi bersabar. Ia benar-benar sudah muak dan sakit sekarang.

“…..”

“Baru saja kau nampak sebagai pria yang begitu sempurna di mataku. Namun dalam sekejap, semuanya sirna begitu saja seiring dengan sikapmu itu.”

“Sudah–”

“Apa ini karena Tiffany-ssi?”

“Jangan sembarang bicara kau Kim Taeyeon! Jangan pernah kau membawa nama Tiffany.”

“Aku ini kekasihmu Kim Jongwoon-ssi. Kau sendiri yang mengatakannya padaku kurang lebih sebulan yang lalu, sebelum sikapmu berubah drastis seperti ini. Aku sadar, aku memang tidak berhak cemburu pada Tiffany karena bagaimanapun juga kalian sudah bersahabat jauh sebelum aku datang di kehidupan kalian. Tapi setidaknya jika statusku sebagai kekasihmu ini masih berlaku, hargai aku! Aku tidak perlu perhatian yang berlebihan darimu. Cukup hargai aku, Kim Jongwoon-ssi!”

Jongwoon memasang seringaian yang terkesan meremehkan. “Ck, kau tak jauh berbeda dengan wanita di luar sana Kim Taeyeon. Wanita pengharap,  pencemburu dan egois. Awalnya aku kira kau berbeda. Tapi ternyata sikap dan wajahmu itu menipu.” Ucapan dingin dan sarat akan sindiran yang keluar dari mulut Jongwoon sukses menjebolkan pertahanan gadis itu. Kini air mata mengucur dengan derasnya membasahi pipi Taeyeon.

“Sepertinya aku sudah tahu statusku sekarang, Kim Jongwoon-ssi. Terimakasih untuk semuanya selama ini.” Begitu mengakhiri pembicaraannya dengan Jongwoon, Taeyeon langsung membuka pintu mobil dan membanting pintu itu keras-keras. Berusaha menyalurkan rasa sakit yang ia rasakan melalui bantingan pada pintu itu.

Melihat gadis itu menangis dan tersakiti oleh sikap dan ucapannya, Jongwoon hanya bisa menatap punggung Taeyeon yang kian menjauh dengan penuh penyesalan.

BRUK

Jongwoon memukul keras-keras kemudi di hadapannya dan menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya yang dilipat diatas setir.

“Soo… Mengapa aku seperti ini?… Bahkan aku tak bisa mengontrol diriku sendiri…”

Akhirnya pria itu ikut terisak dan menumpahkan kekacauan hatinya melalui setiap butiran cairan bening yang mengalir dari matanya.

*****

“Kau nampak bodoh dengan tatapan kosongmu itu Taeyeon-ah.”

Taeyeon baru saja selesai memasukkan barang-barangnya ke dalam tas ketika Victoria meletakkan buku-buku bawaannya dan membuat Taeyeon tersentak dari lamunannya.

“Wah, hari ini kau selesai mengajar lebih awal. Tumben sekali.” Ucap Taeyeon seadanya.

Victoria menatap Taeyeon aneh lalu menggunakan dagunya untuk menunjuk jam yang menempel di dinding ruang guru. Taeyeon yang melihatnya hanya mengikuti arah yang ditunjukkan dagu Victoria dan mellihat kombinasi jarum jam yang menunjukkan jam pelajaran sudah berakhir.

“Ah, rupanya memang sudah jam pulang sekolah.” Ucap Taeyeon sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

“Kau kenapa? Sejak tadi sepertinya nyawamu tidak berada di dalam tubuhmu.”

Taeyeon menyunggingkan senyuman masamnya. “Tidak, aku hanya sedang malas berbicara.”

Victoria menaikkan sebelah alisnya. Senyuman Taeyeon membuatnya sadar gadis itu tak ingin masalahnya di bahas lebih lanjut. Dan tentu saja, hal itu membuat Victoria harus mengusir jauh-jauh rasa ingin tahunya.

“Baiklah. Tapi aku sarankan jangan melamun terus.”

*****

Kim Taewoon mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah. Kala itu sekolah sudah  sepi mengingat jam pulang sekolah sudah berlalu sejak setengah jam yang lalu. Kali ini bocah itu hanya bisa menatap bosan sekelilingnya sambil berharap ada yang segera menjemputnya. Memang sudah cukup lama ia tak pulang bersama Hyoeun lagi karena sudah ada Jung Ahjussi yang mengantar jemput dirinya setiap hari.

Beberapa saat kemudian, ia menangkap sosok yang sangat familiar untuknya baru saja keluar dari pintu utama gedung sekolah. Seketika senyuman penuh binar menghiasi wajahnya melihat sosok itu.

“Taeyeon Sonsaeng!” Teriak Taewoon memanggil sonsaengnim kesayangannya itu.  Namun sepertinya wanita itu tak mendengar teriakan Taewoon. Taeyeon tidak menoleh, ia tetap berjalan keluar arena sekolah sambil melamun. Merasa tidak mendapat perhatian dari sonsaengnimnya itu, kini bocah itu menyeringai jahil.

“Akan kuikuti saja sonsaengnim lalu mengagetkannya tiba-tiba.”

Sesuai dengan rencananya, Taewoon mengikuti Taeyeon dari belakang. Ia tetap menjaga jarak dengan sonsaengnimnya itu agar tidak ketahuan. Sepanjang jalan mengikuti Taeyeon, Taewoon tak henti-hentinya terkikik geli membayangkan rencananya untuk mengagetkan sonsaengnimnya itu berhasil.

Beberapa saat kemudian, ia melihat Taeyeon berhenti di sisi jalan dan berhadapan dengan zebra cross. Dengan segera Taewoon bersembunyi di belakang batang pohon yang terdapat di trotoar. Sambil bersembunyi, matanya terus mengawasi Taeyeon dari kejauhan. Beberapa saat kemudian, ia melihat sonsaengnimnya itu mulai melangkah menyebrangi jalan. Takut akan tertinggal jauh dari Taeyeon, Taewoon langsung keluar dari persembunyiannya dan berlari menuju sisi zebra cross tempat Taeyeon berhenti tadi. Melihat punggung Taeyeon yang semakin menjauh menuju trotoar di seberang, tanpa berpikir panjang dan memperhatikan sekitarnya Taewoon langsung berlari melintasi zebra cross itu.

“Awas!!” Suara teriakan orang-orang dari trotoar spontan membuat Taewoon menolehkan kepalanya. Sebuah mobil tengah melaju dengan kencangnya. Dan tanpa sempat berpikir dan menghindar, ia hanya bisa menatap mobil itu dengan perasaan takut sebelum semuanya serasa gelap.

CKIIIIT BRUUUK

Suara mobil yang mengerem dengan mendadak dan suara sesuatu yang tertabrak itu menyadarkan Taeyeon yang sedari tadi berjalan sambil melamun. Baru saja ia mendapatkan kesadarannya, ia nampak heran mendapati orang-orang yang kini nampak berlari ke tengah jalan.

Ia dapat melihat sebuah mobil yang kini tengah berhenti di tengah jalan dan orang-orang yang mengerubungi sesuatu yang berada di depan mobil itu. Dalam sekejap, otaknya dapat menyimpulkan baru saja terjadi tabrakan. Namun, seiring dengan munculnya kesimpulan itu, tiba-tiba ia merasakan ada perasaan tak enak yang menyelimuti hati serta pikirannya.

Dengan perasaan ragu dan takut, Taeyeon berlari ke kerumunan orang-orang itu dan menyisip ke dalam kerumunan itu tanpa memperdulikan tatapan aneh dan heran orang-orang yang di salipnya. Ketika telah berhasil masuk ke dalam kerumunan orang-orang itu, mendadak jantung Taeyeon serasa berhenti berdetak. Tak hanya itu, ia juga merasa seperti aliran darahnya terhenti. Dan saat itu juga air mata kembali mengalir dari matanya.

*****

Dengan perasaan takut, Jongwoon langsung melesat menuju unit gawat darurat setelah salah seorang suster mendatanginya dan mengatakan putranya tengah di tangani oleh dokter setelah mengalami kecelakaan. Pikirannya benar-benar bertambah kacau sekarang. Dan sekarang hanya nama putranya itu lah yang memenuhi otaknya.

Setibanya di depan UGD, ia mendapati Kim Taeyeon yang tengah duduk di kursi dekat pintu ruang UGD sambil menundukkan kepalanya. Ia dapat melihat pundak gadis itu bergetar. Tidak hanya itu,  kedua tangannya yang ia letakkan di atas paha juga bergetar sembari mengepal kuat.

“Apa yang terjadi.” Tanya Jongwoon dengan nada dingin dan suaranya terdengar bergetar.

Dengan takut Taeyeon mengangkat kepalanya hingga bertatapan dengan mata pria itu. Taeyeon menatap takut pada mata Kim Jongwon yang tengah menatapnya tajam dan dingin, namun tidak menutupi perasaan takut dan khawatir yang yang juga terpancar dari mata pria itu. Sementara Jongwoon, ia dapat melihat wajah dan mata gadis itu yang berubah merah karena terlalu lama menangis.

“Maafkan aku…” Ucap Taeyeon lirih bersamaan dengan air mata yang kembali mengalir dari matanya.

“Apa yang kau lakukan?!” Kini suara Jongwoon terdengar seperti bentakan yang mendesaknya di telinga Taeyeon.

“A-aku–”

“Belum puaskah kau Kim Taeyeon?!!” Pria itu kembali membentak Taeyeon.

“A-Apa m-maksud–”

“Kau tak usah berlaga kau tak mengetahuinya Kim Taeyeon. Aku sudah mengetahui semuanya. Tapi tidak puaskah kau hingga sekarang Taewoon kau jadikan korban?!!”

Taeyeon menatap Jongwoon bingung. Ia benar-benar tak mengerti dengan ucapan pria itu. Namun rasa bingung itu tetap tidak bisa menggantikan rasa takutnya melihat tatapan dan mendengar bentakan pria itu.

Perlahan ia dapat melihat tatapan pria itu melemah.

“Berhentilah membawa kesialan untuk kami. Jauhilah keluargaku, Kim Taeyeon….”

Ucapan Jongwoon yang dingin itu terdengar begitu menyakitkan, membuat Taeyeon tersentak dan kembali merasakan tusukan demi tusukan di hatinya. Ia benar-benar tak habis piker, kini pria itu mengecapnya sebagai pembawa sial dan sungguh, ada perasaan tak terima di hatinya saat ini.

“Jongwoon-ssi, kau bisa melihat putramu sekarang.” Ucapan seorang dokter yang baru saja keluar dari pintu UGD mengalihkan perhatian Jongwoon lalu berlalu meninggalkan Taeyeon.

Begitu pria itu pergi dari hadapannya, Taeyeon membiarkan air mata kembali tumpah dari matanya, meluapkan segala sakit di hatinya.  Lalu, ia dapat melihat tangan seseorang tengah menyodorkan saputangan ke hadapannya. Taeyeon pun menolehkkan kepalanya dan mendapati kini Kyuhyun tengah duduk di sampingnya sambil tangannya tetap bertahan menunggu gadis itu menerima saputangannya.

“Gomawo, Oppa.” Dengan tangan bergetar Taeyeon meraih saputangan itu lalu mengusap air mata yang terus mengucur dari matanya. Beberapa detik kemudian, ia merasakan dirinya tengah berada dalam dekapan hangat Kyuhyun yang memeluknya secara tiba-tiba.

“Kalau menangis membuatmu merasa lebih baik, menangislah  Taeyeon-ah. Kau boleh menangis sepuasnya di pundakku, karena kau sahabatku.” Ucap Kyuhyun sambil mengusap punggung Taeyeon lembut. Dan saat itu juga, Taeyeon menangis sejadinya.

*****

Tangan kiri Taeyeon masih sibuk mengaduk-aduk tehnya sementara tangan kanannya memasukkan kubus-kubus gula ke dalam cangkirnya. Kyuhyun yang duduk di hadapan Taeyeon hanya bisa menatap gadis itu aneh. Ia benar-benar merasa sedang berhadapan badan tanpa nyawa saat ini.

“Sepertinya alam bawah sadar membuat tanganmu begitu lincah memasukkan gula-gula itu.”

Taeyeon menoleh sesaat lalu tersenyum masam. “Siapa tahu gula-gula ini bisa menetralkan pahit yang sedang kurasakan.” Ucap Taeyeon sendu.

“Taeyeon-ah.” Panggil Kyuhyun pelan.

“Wae Oppa?”

“Mianhae..” Ucap Kyuhyun tak kalah sendu.

“Untuk apa kau meminta maaf? Bahkan kau sama sekali tidak terlibat dalam masalah kami.” Ucap Taeyeon tulus dan semakin membuat Kyuhyun merasa bersalah.

“Kau salah Taeyeon-ah…” Beberapa detik pertama hanya itu yang bisa Kyuhyun katakan.

“Salah?”

Kyuhyun mengangguk kecil kemudian tangannya meraih tas kerja yang ia letakkan di kursi kosong di sebelahnya lalu merogohnya untuk mengambil sesuatu. Sesuatu yang selalu ia bawa selama sebulan ini. Sesuatu yang menjadi akar permasalahan Jongwoon dan Taeyeon.

Kyuhyun meletakkan kotak itu diatas meja lalu membukanya perlahan. Benda pertama yang kembali ia lihat di kotak itu adalah foto Taeyeon dan Sooyoung.

“Apa kau masih ingat sosok di foto ini?” Tanya Kyuhyun sambil menyodorkan foto itu kepada Taeyeon.

Taeyeon menggengam foto itu sambil menatapnya lekat-lekat. Ia merasa cukup familiar dengan sosok di foto itu.

“Sepertinya aku pernah melihat wanita ini. Apa aku mengenalnya?”

Kening Kyuhyun berkerut mendengar jawaban Taeyeon. “Kau yakin tak mengenalnya?”

Taeyeon memiringkan kepalanya sambil otaknya mencoba mengingat dimana ia pernah melihat wanita itu. Namun tiba-tiba matanya mendadak menyala nanar begitu ia ingat sosok di foto itu.

“Bukankah dia….” Awalnya Taeyeon tak mampu melanjutkan ucapannya, namun pikirannya langsung tertuju pada pria itu. Kim Jongwoon.

“Menurutmu bagaimana istriku?”

“Jika dilihat dari fotonya, sepertinya ia sangat cantik dan baik.”

“Apa kau mengenalnya?”

“Tidak. Sepertinya dihidupku, aku belum pernah bertemu dengan istrimu.”

“Kau yakin?”

“K-Kim J-Jongwoon… Dia adalah wanita yang kulihat di foto pernikahan Kim Jongwoon.”

“Ya, dia adalah mendiang istri Kim Jongwoon. Apa kau tahu siapa nama wanita itu?”

Taeyeon menggelengkan kepalanya pelan dan ragu.

“Choi Sooyoung.”

Taeyeon menatap Kyuhyun dengan pandangan tak percaya. Kepalanya menggeleng cepat karena belum sepenuhnya mempercayai ucapan itu.

“Dia Choi Sooyoung yang sama dengan Choi Sooyoung yang kau kenal beberapa tahun silam. Foto ini buktinya.”

“Tidak mungkin. Lalu, apa karena ini ia menghindariku akhir-akhir ini?”

Kyuhyun bernafas panjang lalu menatap Taeyeon dengan perasaan tak bersalah.

“Taeyeon-ah, aku mengerti keadaanmu waktu itu. Dan aku tahu ini semua bukan keinginanmu.”

“Apa maksudmu Oppa, mengapa bicaramu jadi berbelit-belit seperti ini?!” Ujar gadis itu tak sabaran.

“Bacalah isi kertas ini.” Pinta Kyuhyun sambil menyodorkan Taeyeon kertas-kertas yang berisi tulisan Sooyoung. Dan dengan perasaan yang bercampur aduk antara takut, gugup dan penasaran Taeyeon membaca kertas-kertas itu dengan tatapan nanar.

“Apa kau tahu, Jongwoon pernah mengalami kecelakaan bersama Sooyoung?”

Taeyeon mengangkat kepalanya dari kertas yang dibacanya menatap Kyuhyun. Gadis itu mengangguk dengan ragu.

“Bacalah lagi, setelah itu kau akan mengerti.”

Taeyeon kembali memfokuskan mata dan pikirannya pada kertas-kertas itu. Tepat pada kertas terakhir, tiba-tiba wajah Taeyeon berubah pucat. Bagian tepi kertas yang di genggamnya berubah kusut karena mendapat cengkeraman yang kuat dari tangan Taeyeon.

“T-tidak m-mungkin.” Wajah gadis itu masih menampakkan ekspresi tidak percaya. Sebelah tangan Taeyeon terangkat menutupi mulutnya. Dan untuk kesekian kalinya, matanya berkaca-kaca sebelum akhirnya butiran-butiran bening itu melesat turun membasahi pipinya.

“Andwae!!”

TBC

Maaf kalau ceritanya makin kacau dan agak tidak nyambung sehingga mungkin terasa membingungkan. Maaf juga atas update yang terlalu lama karena bagaimanapun juga saya menulis perlu inspirasi dan mood yang bagus. Saya juga mengharapkan komen reader sekalian agar saya bisa lebih semangat menulis dan mudah mendapat inspirasi. Gomawo /bow/

Leave a comment